BERITAHUta.com—Kekhawatiran adanya upaya menghalalkan segala cara oleh pihak-pihak tertentu untuk memenangkan PSU (pemilihan suara ulang) Pilkada Mandailing Natal (Madina), Sumut tetap saja tak pernah sirna.
Setidaknya kekhawatiran itu dirasakan Adi Mansar, kuasa hukum pasangan SUKA (Ja’far Sukhairi Nasution-Atika Azmi Utammi). Antara lain yang ditakutkan adalah lahirnya KTP (kartu tanda penduduk) dadakan atau KTP aspal (asli tapi palsu).
Karena itu, Adi Mansar mengingatkan semua pihak agar tidak menerbitkan KTP atas nama mereka yang terdaftar dalam DPT (daftar pemilih tetap), padahal pemilik nama dalam KTP bukan orang yang sebenarnya.
“Ini bisa saja terjadi karena kekuasaan yang dimiliki. Penyelenggara dan masyarakat harus mengawasinya, ” kata Adi Mansar kepada wartawan, Selasa sore (20/4-2021).
Ia mengatakan, tidak menutup kemungkinan ada upaya paslon (pasangan calon) tertentu menerbitkan KTP baru, padahal orang pemilik asli dalam KTP aspal tersebut sudah tidak berdomisili di desa yang akan dilakukan PSU (pemilihan suara ulang) Pilkada Madina 2020.
PSU Pilkada Madina sesuai tindak lanjut amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dilaksanakan pada, Sabtu (24/4-2021), yaitu: di TPS-001 Desa Bandar Panjang Tuo, Kecamatan Muarsipongi dan TPS-001 serta TPS-002 Desa Kampung Baru, Kecamatan Panyabungan Utara. Total DPT ketiga TPS sekitar 1.200 warga.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Madina serta Bawaslu Madina selaku penyelenggara Pilkada Madina 2020 mesti punya komitmen untuk mengantisipasi kekhawatiran adanya kemungkinan terbit KTP aspal.
“Harus ada komitmen kuat dari penyelenggara, sehingga jika terdapat salah satu pemilih, misalnya, diketahui menggunakan KTP palsu atau KTP dadakan maka suara pilihannya dibatalkan. Jika perlu paslon yang didukung dibatalkan,“ jelas Adi Mansar.
Menurutnya, secara yuridis PSU di tiga TPS dilakukan karena penyelenggara tidak becus. Lalu dimanfaatkan paslon tertentu untuk meraup suara dengan jumlah yang sangat besar.
Secara sosiologis, kata Adi Mansar, pengalaman pencoblosan 9 Desember2020 lalu, telah cukup bagi masyarakat Madina untuk dijadikan sebagai bahan analisa bahwa begitu tingginya syahwat politik kelompok-kelompok tertentu untuk memenangkan kontestasi pemilihan bupati dan wakil bupati Madina dengan cara melawan hukum.
Karena itu, KPU dan Bawaslu harus betul-betul independen. Semua tindak-tanduk terkait pelaksanaan PSU bisa berujung pada pelanggaran etik dan juga pidana umum. (*)
Peliput: Tim
Editor: Akhir Matondang