TAK terasa pelaksanaan pemilihan suara ulang (PSU) Pilkada Mandailing Natal (Madina), Sumut kian dekat. Jika dihitung sejak hari ini, waktu tersisa bagi pasangan calon (paslon) untuk menarik simpati warga di tiga TPS (tempat pemungutan suara) hanya sekitar10 hari lagi. PSU digelar pada, Sabtu (24/4-2021).
Meskipun tidak ada agenda kampanye, tentu saja masing-masing pasangan calon (paslon), khususnya, Ja’far Sukhairi Nasution-Atika Azmi Utammi (SUKA) dan Dahlan Hasan Nasution-Aswin (Dahwin) sedang adu startegi supaya dapat dukungan masyarakat.
Jika diibaratkan main kartu, masyarakat di tiga TPS, yaitu: TPS 001 Desa Bandar Panjang Tuo, Kecamatan Muara Sipongi; serta TPS 001 dan TPS 002 Desa Kampung Baru, Kecamatan Panyabungan Utara sedang pegang kartu “as”. Mereka diberi kendali kemana arah pemerintahan dan pembangunan Madina pada kepemimpinan periode mendatang.
Coblosan ujung jari mereka menentukan siapa di antara SUKA dan Dahwin yang bakal menakhodai kabupaten paling selatan Sumut ini sampai akhir 2024.
Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), paslon SUKA unggul 264 suara dibanding Dahwin. Rinciannya, SUKA: 78.787 suara; Dahwin: 78.552 suara, serta Sofwat-Beir: 44.949 suara.
Bagi Dahwin putusan MK begitu menohok. Selain dibatalkannya Surat Keputusan (SK) KPU Madina No. 2332/PL.02-6-Kpt/1213/KPU-Kab/XII/2020 tanggal 17 Desember 2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Madina 2020 yang memenangkan mereka, perolehan suara pun bergeser ke posisi kedua.
Berdasarkan SK KPU Madina itu, Dahwin unggul 372 suara dibanding SUKA. Lengkapnya, SUKA (78.921); Dahwin (79.293), dan Sofwat-Beir (44.993).
Apapun putusan MK mengenai sengketa PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Madina 2020 tetap kita hormati, tapi secara jujur di depan mata masyarakat Madina begitu terang-benderang dugaan kecurangan sebelum hari H pencobosan, 9 Desember 2020. Terutama yang dilakukan para ASN (aparatur sipil negara) dan kepala desa (kades) di lingkungan Pemkab Madina.
Fungsi Bawaslu yang diharapkan sebagai wasit terwujudnya pemilu Jurdil, masih jauh dari harapan. Menurut saya, tidak ada satu pun kinerja mereka yang patut diapresiasi, bahkan patut diduga mereka turut membantu memenangkan salah satu paslon.
Sekadar contoh, lihatlah dugaan pelanggaran yang dilakukan kepala Desa Manisak, Kecamatan Ranto Baek, Madina. Sudah ada video memperlihatkan sang kades mengajak mendukung dan memilih salah satu paslon. Ada Aswin selaku calon wakil bupati, ada tim sukses, dan lainnya, ternyata setelah diproses Bawaslu, menurut mereka, tidak memenuhi unsur untuk ditindaklanjuti. Lalu bukti bagaimana lagi yang bisa ditindaklanjuti Bawaslu.
Itu hanya kilas balik, sekadar membuka ingatan supaya paslon SUKA tidak terlalu berharap pada pengawasan Bawaslu Madina dalam rangka PSU. Para tim pemenangan harus ikut mengawasi berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk ASN dan aparat desa.
Paslon SUKA selaku kompetitor Dahwin pada PSU, yang notabene saat ini menjabat bupati, harus lebih jeli melihat tindak-tanduk ASN dan aparat desa. Jangan lengah, dan catat mereka yang terlibat. dalam tim pemenangan.
Wahai para ASN, perangkat desa, terutama yang bertugas di kedua kecamatan, para tenaga kesehatan, pertanian, pekerjaan umum, peternakan, perikanan, tenaga pendidik—khususnya jajaran SD dan SLTP, atau siapa pun yang merasa bagian adari aparat pemerintah, jangan libatkan diri dalam PSU untuk memenangkan salah satu paslon.
Ada banyak peraturan yang mengatur masalah netralitas ASN. Mulai dari UU No. 5 Tahun 2014, UU No. 9 Tahun 2015, UU No. 10 Tahun 2016, Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004, PKPU No. 16 Tahun 2019, Perbawaslu 6 Tahun 2018, SE KSN No-B2900/KSN/11/2017, Surat Menpan RB No. B/71/M, SM 00.00/2017.
Dari berbagai aturan tersebut, secara jelas ASN dilarang ikut terlibat dalam aksi dukung-mendukung bakal calon kepala daerah. Sanksinya ada berupa hukuman disiplin. Dari tingkatan, ringan, sedang dan berat. Jika terbukti melakukan pelanggaran yang sudah ditentukan, sanksi terberat berupa pemecatan secara tidak hormat.
Misalnya, UU Nomor: 10 Tahun 2016 secara tegas menyatakan pasangan calon dilarang melibatkan ASN anggota Polri dan anggota TNI, dan kades atau perangkat desa lainnya.
Jika para ASN, kades atau perangkat lainnya tetap ngotot ikut-ikutan mendukung salah satu paslon, sama saja anda “bunuh diri”. Jika paslon yang anda bantu kalah, siap-siaplah anda “merana” paling tidak satu periode kepemimpinan hasil PSU.
Asal tahu saja, sampai sekarang masih banyak ASN non job sebagai korban Pilkada 2015, dimana saat itu paslon Dahlan Hasan-Ja’far Sukhairi menang.
Pertarungan PSU bukan saja perebutan siapa bakal memimpin Madina kedepan, tapi juga persaingan harga diri SUKA dan Dahwin. Saya yakin, masing-masing paslon punya “intelijen” memantau pergerakan ASN dan aparat desa siapa-siapa yang terlibat.
Berpikirlah seribu kali para kaum ASN dan aparat desa. Jika anda ikut mendukung Dahwin, misalnya, dan paslon ini menang, lantas apa yang anda dapatkan.
Sebaliknya, jika paslon SUKA menang, maka anda sudah bagian dari catatan “intelejen”. Tak menutup kemungkinan anda jadi korban dendam politik seperti dialami mereka yang sekarang hanya makan “gaji buta” disebabkan jarang mengantor, atau bahkan tidak pernah mengantor akibat korban politik Pilkada 2015. Apakah anda sudah siap?
Sebelum terlambat, menjauhlah dari keterlibatan PSU. Madina itu kecil, apalagi PSU hanya di dua kecamatan, dua desa, dan tiga TPS, amat kecil untuk bisa mengamati pergerakan ASN dalam PSU ini. Sekarang saja sudah diketahui siapa-siapa yang ikut mendukung salah satu paslon. Belum terlambat, kembalilah ke jalan yang benar agar tidak jadi korban.
Pengalaman membuktikan begitu banyak ASN dan aparat desa ikut-ikutan berpolitik karena tidak takut Bawaslu, tidak takut terhadap hukum, bahkan Tuhan pun mereka tidak takutkan sehingga menghalalkan segala cara. (*)
Penulis: Akhiruddin Matondang