HARI ini saya mengajak kita bicara soal ular. Di kampungku, ada ular bernama: rihi atau biasa disebut ulok rihi. Biasanya, panjangnya sekitar 80-100 cm, dan besarnya tak lebih dari besar jari telunjuk orang dewasa.
Ular ini tidak membahayakan. Tetapi, jika terlihat secara mendadak dia merayap atau sedang tidur di ranting suatu pohon, tentu kita kaget juga.
Namanya, ular, meskipun tidak berbisa dan tak berbahaya,–bahkan malah takut terhadap manusia– tetapi tetap saja bagi kebanyakan orang, ular binatang menakutkan.
Ada juga teman saya menyebut: ulok amak atau ular amak. Saya tak paham jenis ular ini. Saya cari di pencarian google, tak ada penjelasan soal ulok amak. Namun nama jenis ular ini sering disebut-sebut, terutama ketika mereka sedang bercanda.
Ulok amak, kata dia, cukup “berbisa”. Biasanya, dia mencari mangsa pada pada malam hari. Entahlah, betul atau tidak, namanya hanya guyonan.
Ular satu lagi yang sedang viral di media sosial adalah ular sebesar batang kelapa. Ular apakah gerangan? Sama dengan ulok amak, saya tak tahu kebenarannya. Karena sampai saat ini saya belum pernah melihat wujud ular sebesar batang kelapa.
Misteri ular sebesar batang kelapa ini belakangan mencuat ke permukaan lantaran dalam surat Bupati Mandailing Natal (Madina), Sumut Dahlan Hasan Nasution bernomor 600/1329/PUPR/2021 tanggal 22 Juni 2021 kepada Menteri PUPR di Jakarta, disebutkani areal tanah milik Dirjen Sumber Daya Air yang dikelola Balai Wilayah Sungai Sumatera II–sekarang lokasi Blok D Taman Raja Batu (TRB)–, tadinya banyak babi dan ular sebesar batang pohon kelapa.
Karena banyak babi dan ular sebatang pohon kelapa itulah, menjadi alasan Dahlan Hasan Nasution menjadikan daerah itu sebagai kawasan wisata.
Dalam surat ditulis, di lokasi habitat ular sebesar batang kelapa telah dilakukan perbaikan bantaran sungai, menyiapkan musola, food court, dan balai pertemuan/panggung pertunjukan adat budaya.
Belum tahu pasti keabsahan surat berperihal: Pinjam Pakai Aset di Mandailing Natal, ini. Dikutip dari Malintang Pos online, Kepala Dinas PUPR Madina Ruli Andriadi belum mengetahui surat tersebut.
Demikian juga, Sekdakab Madina Gozali Pulungan juga mengaku belum lihat fisik surat “aneh” itu.
Terlepas betul atau tidak surat ini, yang jelas, persoalan ular sebesar pohon kelapa ini sedang banyak dibicarakan. Memang tak “jolas”, besar ular tersebut sebesar batang kelapa usia berapa tahun.
Mendengar ular sebesar batang kelapa, tentu dibenak kita adalah batang kelapa berdiameter sekitar 30-40 cm. Wauuu…ular jenis apakah ini, kobra, sanca, atau piton. Mungkin, kalau sudah sebesar batang kelapa, pasti mampu mengalahkan besar ulok amak yang sering dijadikan bahan guyonan itu.
Dalam surat “sifat penting” itu juga disebutkan, keberadaan rongga-rongga tanah di kawasan TRB yang menjadi sarang binatang jenis babi dan ular sebesar pohon kelapa berakibat meresahkan mayarakat.
Pertanyaannya, masyarakat mana yang dibuat resah oleh ular dan babi ini.
Lalu, dalam surat itu juga dikatakan, lokasi yang banyak ular sebesar batang kelapa dan babi itu sangat cocok dijadikan objek wisata.
Berpotensi dijadikan sarana olah raga, terutama olah raga arung jeram karena bersentuhan langsung dengan Sungai Batang Gadis yang menurut penggiat arung jeram merupakan lokasi arung jeram peringkat empat terbaik di dunia.
Saya ulangi sekali lagi isi surat itu menyebutkan, sekitar lokasi yang sekarang dibangun Blok D TRB tadinya banyak ular sebesar batang kelapa, banyak babi, dan terbaik keempat dunia sebagai lokasi olahraga arung jeram.
Sudahlah, capek juga bicara soal ular, apalagi ini Kamis malam, banyak ulok…(*)
(akhir matondang)