Mau Pindah Rumah, Uang pun Tak Punya

BERBAGI

SUATU saat saya bertemu Kandulok. Ia cerita tidak betah lagi tinggal di Kampung Tarandam dan berencana pindah ke tempat lain. Belum tahu kemana dia akan pindah. Butet Borgo, sang istri, sudah mengusulkan tiga daerah sebagai alternatif.

Namun Kandulok selaku kepala rumah tangga belum memutuskan  satu dari tiga usulan Butet Borgo. Ia masih ingin dengar saran serta masukan dari keluarga dua belah pihak.

“Kampung Tarandam sudah terlalu padat, bahkan selalu jadi langganan banjir,” ujar Kandulok dengan gaya seperti biasa, santun, lembut dan datar.

Kandulok pun cerita tentang biaya yang diperlukan jika jadi pindah rumah. Ia menyebutkan lokasi hendak dipilih harus strategis, berada di tengah-tengah rumah orangtuanya dan mertua.

Jika diumpamakan rumah Kandulok di Huta Julu, rumah mertua di Huta Jae, maka tempat yang dipilih tentu Huta Tonga.

Kabar mengenai rencana pindah rumah cepat menyebar. Maklum saja, setiap bersua warga lain di lopo atau di jalan,  ia selalu cerita mengenai hal ini.

Rekan-rekan di tempat kerjanya juga disuruh cerita ke warga lain. Pokoknya, terkesan digembor-gemborkan, supaya semua orang tahu. Hal itu dilakukannya agar rencana pindah rumah jadi topik perbincangan di masyarakat, terutama di warung dan lopo-lopo. Kandulok juga minta pendapat warga melalui media sosial. Pokoknya, heboh satu kampung.

BERITA TERKAIT  "Momentum Introspeksi tu Hita"

Menurut Kandulok, berdasarkan hitungan Butet Borgo, biaya pindah rumah diperlukan sekitar Rp46 juta. Itu baru hitungan sementara, bisa saja membengkak jika mereka yang terlibat dalam pembangunan rumah itu tidak jujur.

Saya hanya bengong mendengar ungkapan Kandulok. Dalam hati saya, pindah rumah bukan hal mudah. Perlu persiapan matang, perlu kajian mendalam, dan perlu perencanaan sehingga jika suatu saat betul jadi pindah ketempat lain, tidak muncul persoalan baru.

Tidak ujuk-ujuk seperti sekarang. Pindah rumah tidak mudah, tak semudah membalik telapak tangan. Harus dilakukan studi kelayakan dari berbagai sudut pandang.

Sebenarnya sejak zaman kakeknya Kandulok, rencana pindah rumah sudah ada. Karena berbagai persoalan, rencana tersebut belum terealisasi.

Saya jadi bingung. Dalam kondisi ekonomi keluarga stabil saja sulit terwujud, apalagi seperti sekarang hutang Kandulok begitu banyak. Belum lagi bunga hutang yang terus menggunung.

Bukan itu saja, saat ini Kandulok sedang bingung cari dana pelunasan ONH (ongkos naik haji) dan biaya lain yang diperlukan sebab tahun ini dia kemungkinan berangkat haji.

Ada apa sebenarnya dengan Kandulok. Padahal rumah yang mereka tempati sekarang masih tergolong layak di tengah kondisi ekonomi sedang tidak baik.

BERITA TERKAIT  “SI TALTAL”

Kalau soal banjir, pindah atau tidak pindah Kandulok, tempat itu tetap banjir. Namanya Kampung Tarandam.

Dalam hati saya bertanya misi apa sebenarnya di benak Kandulok sehingga ia tiba-tiba melontarkan niat pindah rumah. Bukankah masih banyak urusan lain yang perlu ditangani serius. Misalnya, kasus salah seorang anaknya yang dituduh mencuri kotak beserta isinya di Pasar Tarandam.

Yang jelas Kandulok sedang diselimuti banyak masalah, termasuk janji-janjinya terhadap sang istri yang tak kunjung ditepati. “Ngomong-ngomong dana pindah rumah seperti hitungan Butet Borgo apa sudah ada,” tanya saya penasaran.

Kandulok diam, “Belum,” jawabnya pendek.

“Kau aneh. Hutangmu banyak, masalahmu setumpuk, dan biaya pelunasan hajimu belum tahu entah dari mana, malah  mau pindah rumah. Mau duit dari mana. Apa ngutang lagi?” kata saya kesal.

“Kau jangan gadaikan harga diri keluargamu. Kau jangan jerat leher anak cucumu dengan hutang. Kau sudah tua, jika tiba-tiba umurmu pendek, siapa yang bayar hutangmu. Pasti anak cucumu, sementara kau sudah tenang di alammu.”

Nalalain doho aropku Kandulok,” kata saya sembari pergi.

(akhiruddin matondang)

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here