BERITAHUta.com—Menangkap ikan di sungai pakai alat, itu hal biasa. Menangkap ikan hanya pakai tangan di DAS (Daerah Aliran Sungai) yang agak deras, baru seru. Jika tidak punya keahlian di bidang ini, jangan harap bisa membawa hasil tangkapan ke rumah.
Pemandangan keseruan mandehe (menangkap ikan tanpa alat) itu tampak di DAS Aek Mata, Kelurahan Panyabungan III, Kecamatan Panyabungan, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut, Minggu pagi (8/12).
Lebih dari 100 orang ikut memeriahkan acara buka lubuk larangan di Aek Mata. Mereka terdiri dari kalangan anak-anak, ABG (anak baru gede), dewasa dan kalangan orang tua.
Jumlah peserta ini sebenarnya jauh lebih sedikit dari kegiatan-kegiatan sebelumnya.Kurangnya minat para pandehe pada kegiatan kali ini mungkin disebabkan debit sungai yang agak besar.
Suara sirene dari Masjid Al-Munawarah, Panyabungan III menandai dimulainya perburuan ikan di sungai yang mengalir dari timur ke barat itu. Ada tawa, ada kecewa, ada gurauan menandai kegiatan buka lubuk larangan itu.
Seorang pandehe tanpa sadar sampai memeluk potongan batang kelapa sepanjang sekitar 5 meter yang berada di sungai untuk menggapai buruannya. Pandehe lainnya, sampai lari-lari di sungai mengejar ikan yang lolos dari tangkapan.
Ketika pandehe lain tahu ada ikan yang sedang diburu, mereka pun ikut memburu ikan tersebut. Alhasil, tak seorang pun di antara mereka yang berhasil menangkap ikan tersebut.
Sejak pagi, sekitar pukul 08.00, peserta yang sudah membayar “tiket” Rp35 ribu tampak sudah duduk-duduk di tepi sungai. Mereka sengaja menunggu di tempat yang diperkirakan ikannya banyak, seperti ikan mas, garing, aporas, lele, dan nila.
Begitu sirene berbunyi tanda acara dimulai, secara bersamaan mereka langsung melompat ke air dan bruarrrr…..
Tangan-tangan terampil penangkap ikan pun mulai beraksi. Liang yang dalam tidak membuat mereka khawatir di dalamnya ada ular, justru sangat disukai. Mereka tahu biasanya di tempat-tempat tersebut ikan banyak bersembunyi.
Karena hanya mandehe, maka tak seorang peserta pun memegang jala, pancing, jaring atau alat tangkap ikan lain. “Ikannya sulit dapat soalnya sungai agak besar dan sedikit keruh karena hujan baru turun,” kata Somat, warga Pagaran, Kecamatan Panyabungan.
Sementara kawannya, Iwan, mengaku dapat dua ekor ikan mas masing-masing seberat sekitar 0,5 kg. “Alhamdulilah sekadar balik modal,” guraunya.
Karena kondisi sungai tak mendukung dan belakangan DAS Aek Mata sering meluap membuat banyak peserta harus gigit jari disebabkan tidak dapat ikan sama sekali. “Ngana adong gulaenna (Enggak ada ikannya-red),” ujar seorang peserta.
Kondisi ikan yang tidak begitu banyak di lubuk larangan itu sudah diketahui masyarakat dan panitia. Karena itu, beberapa jam sebelum kegiatan dimulai, kabarnya pihak penyelenggara kegiatan terlebih dahulu melepas sejumlah ikan berukuran sedang agar peserta tidak terlalu kecewa.
Hal itu juga sebagai daya tarik bagi mereka yang belum mendaftar. “Biasanya ikan lubuk larangan Aek Mata ada yang sampai enam kilogram. Kalau sekarang paling besar mungkin enggak ada satu kilogram,” kata Jagudeng.
Lubuk larangan Aek Mata berjarak sekitar 1 kilometer. Di timur berbatasan jembatan lintas timur, sedangkan di barat: jembatan Pasar Lama, Panyabunggan.
Jika hujan turun, biasanya debit sungai tersebut cepat naik. Kondisi ini ditengarai membuat ikan terbawa arus air melewati jembatan yang membentang di pusat kota tersebut. “Yang dapat ikan warga Pasar Hilir, tapi di sana juga ada lubuk larangan,” ujar warga.
Pada saat yang sama, lanjutnya, ikan dari lubuk larangan Pasar Hilir juga terbawa derasnya sungai ke arah Panyabungan Julu, Kecamatan Panyabungan. “Mereka sebenarnya yang dapat ikan, karena di Panyabungan Julu DAS Aek Mata bukan lubuk larangan,” katanya.
Informasi yang didapat Beritahuta.com, dana yang didapat dari lubuk larangan Panyabungan III diperuntukkan untuk anak yatim-piatu yang ada di kelurahan ini. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan sekitar enam bulan sekali. (*)
Peliput: Tim
Editor: Akhir Matondang