BERBAGI
TERTUNDUK--Para tersangka kasus dugaan korupsi seleksi PPPK Madina 2023 di tertunduk dalam mobil tahanan saat hendak dibawa ke Tanjung Gusta, Medan. (foto: ist)

PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Irwan Daulay menyatakan siap menjadi saksi pada persidangan perkara dugaan korupsi seleksi PPPK Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut agar para terdakwa bisa divonis bebas, setidaknya meringankan hukuman.

“Jika para terdakwa membutuhkan kesaksian saya terhadap kasus dugaan korupsi PPPK Madina saya siap, sehingga mereka dapat divonis bebas. Setidaknya meringankan,” kata penggiat sosial dan pendidikan Madina, itu kepada Beritahuta.com pada, Selasa 6/8/2024).

Irwan Daulay menyatakan hal tersebut menyusul ungkapnya pada akun facebook-nya yang juga dirilis media ini menyebutkan keenam tersangka dugaan suap seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) Madina 2023 sengaja ditumbalkan pihak-pihak tertentu.

Karena itu, ia berharap pada persidangan nanti majelis hakim dapat membuka kasus yang menjadi sorotan masyarakat ini secara terang-benderang. “Mereka (para tersangka-red) hanya korban persekongkolan jahat.”

Bahkan Irwan Daulay, yang juga pendiri Yayasan Madina Center mengatakan Bupati Madina H.M. Jafar Sukhairi Nasution sudah mengetahui kejahatan ini sebelumnya, namun ia tidak mencegah. “Ini bisa dituntut pidana. Apalagi sebagai pimpinan para tersangka.”

Seperti diberitakan, penyidik Subdit Tipikor Direktorat (Dit) Reskrimsus Polda Sumut, belum lama ini, telah melakukan pelimpahan tahap II (penerimaan berkas dan tersangka) kepada Kejatisu (Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara) pada kasus dugaan korupsi seleksi penerimaan PPPK  Madina 2023.

Saat ini keenam tersangka sudah berada di Rutan Tanjung Gusta, Medan. Yakni: DHS (kepala Dinas Pendidikan Madina), AHN (Pj kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Madina), H (kepala Seksi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dasar pada Disdikbud Madina), DM (kepala Seksi Pendidik dan Tenaga Kependidikan PAUD dan Non Formal pada Disdikbud Madina), IB (kepala Subbag Umum Disdikbud Madina) dan SD (bendahara Pengeluaran Disdikbud Madina).

Kepada wartawan, polisi menyebutkan jumlah uang yang diterima para tersangka dalam seleksi PPPK Madina mencapai Rp580 juta yang dikutip dari peserta seleksi sebesar Rp5 juta sampai Rp10 juta per orang.

“Jumlah kutipan sebenarnya bukan seperti diumumkan APH (Aparat Penegak Hukum) melalui berita tersebut. Dari investigasi yang saya lakukan, nilainya sangat fantastis. Jika diakumulasikan bisa mencapai puluhan miliar dan melibatkan ribuan guru dan tenaga teknis,” tulis Irwan Daulay, yang juga mantan staf Khusus Bupati Madina H.M. Jafar Sukhairi Nasution.

Ungkapan Irwan Daulay ada benarnya. Seorang pembaca Beritahuta.com pada, Senin (5/8/2024), sempat mengirimkan pesan melalui WhatsApp kepada redaksi setelah membaca berita berjudul “Irwan Daulay Buka-Bukaan Soal Seleksi PPPK Madina 2023: Para Tersangka Sengaja Ditumbalkan.

Sang pembaca itu mempertanyakan hasil penyidikan polisi. “Kenapa Rp5 sampai Rp10 juta pak, sikit kali. Rp45 juta, Rp50 juta, Rp60 juta (per orang-red), iya,” kata lelaki yang juga ikut seleksi PPPK Madina 2023.

Hasil investigasi media ini juga tidak menemukan seorang peserta seleksi pun yang menyerahkan atau memberikan janji Rp5 juta sampai Rp10 juta agar bisa lulus, melainkan paling sedikit Rp30 juta.

Menurut Irwan Daulay,  guru-guru yang diperas itu rata-rata orang susah dan miskin. Bayangkan, dengan gaji Rp1 juta sebulan mereka sudah bangga mengabdi sebagai tenaga pengajar.

Namun, ketika pemerintah pusat peduli terhadap nasib mereka dengan mengangkat sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara) PPPK, justeru yang seharusnya mengurus nasib mereka, malah melakukan pemerasan sehingga ada yang sebagian peserta tes terpaksa mencari utang kesana-kemari.

“Tujuannya apa, berharap diluluskan. Ini sangat biadab dan tidak bermoral,” tegasnya dalam narasi yang disampaikannnya melalui facebook berjudul: Mereka adalah orang-orang yang sengaja ditumbalkan karena ketamakan.

“Apa mau dikata, upaya yang sempat saya usulkan kepada bupati agar kisruh seleksi PPPK Madina tidak menelan korban para ASN, tidak direspon. Nasi sudah jadi bubur. Mereka (para tersangka) sebenarnya hanya tumbal persekongkolan jahat,” kata Irwan Daulay.

Dia menyebutkan saat itu ia sempat berniat menyelamatkan para tersangka dari tuntutan hukum dengan berusaha meyakinkan bupati agar memerintahkan kepala Dinas Pendidikan menghentikan dugaan pemerasan guru-guru, namun kenyataannya bupati tidak menggubris,”

Padahal kala itu, banyak pihak sudah gerah dan keberatan atas massifnya kutipan liar pengadaan seleksi PPPK Madina 2023, yang pada akhirnya tercium APH dan terjadi OTT. “Kasus ini bukan karena pengaduan masyarakat, tetapi tercium APH. Ini saya ketahui setelah konfirmasi terhadap pihak APH yang mengaku ikut dalam OTT,” tambahnya.

Kepada para OPD (Organisasi Perangat Daerah) Madina, mantan dosen di salah satu perguruan tinggi di Medan, berharap mereka berani memberi saran kepada bupati dan wakil bupati agar tidak semena-mena dalam mengelola APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Ia juga mengimbau bupati dan wakil bupati supaya memulangkan semua kutipan-kutipan yang sudah  terlanjur diambil sebelumnya. “Karena jika sudah di pengadilan pasti bakal terbuka semua apa yang terjadi dalam seleksi PPPK ini, meskipun di tingkat penyidik sementara dapat ditutupi,” ujarnya.

“Begitu juga kepada para calon  kepala daerah, kiranya tidak pernah berniat melanjutkan kezaliman-kezaliman serupa yang telah banyak menjatuhkan korban tidak berdosa,” sebut Irwan Daulay.

Irwan Daulay berharap kedepan pungli, pemerasan, suap dan korupsi baik penerimaan tenaga honor, penerimaan PNS (Pegawai Negeri Sipil), mutasi dan  lelang jabatan, fee proyek, penargetan upeti dari OPD, pemotongan dana rutin dan persekongkolan jahat korupsi dana desa (DD), hendaknya dihentikan sehingga daerah ini dapat lebih baik lagi pada masa mendatang.

Sekarang, para tersangka sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk selanjutnya menunggu persidangan di Pengadilan Tipikor. “Saya sangat paham apa yang bakal mereka alami nantinya, termasuk kesusahan akan dirasakan anak isteri mereka selama dihadapkan dengan kursi pesakitan. Bahkan setelah nanti vonis,” sebutnya aktivis ini. (*)

Editor: Akhir Matondang

BERBAGI