“TIDAK ada satu poin pun yang ditutupi,” kata Wakil Bupati Mandailing Natal (Madina), Sumut Atika Azmi Utammi menanggapi permintaan sejumlah elemen masyarakat agar Tim Investigasi pemkab setempat transparan dalam menangani dugaan keracunan yang dialami 58 warga Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi (PSM), Madina.
Penjelasan Atika, selaku ketua Tim Investigasi Pemkab Madina, itu disampaikan melalui rilis Diskominfo pemkab setempat pada, Minggu (11/9-2022).
Ia mengeluarkan statement menyusul beredarnya surat PT SMGP (Sorik Marapi Gethermal Power) kepada kepala Desa Sibanggor di media sosial (medsos). Berbagai komentar dilontarkan para pengguna medsos. Mereka antara lain menyebutkan Tim Investigasi tidak transparan alias kinerjanya tidak jelas lantaran tidak pernah dipublikasikan kepada masyarakat.
Tudingan itu sesuatu yang wajar. Sebab, meskipun kasus keracunan warga Sibanggor Julu itu terjadi sekitar enam bulan lalu, tepatnya, Minggu (6/3-2022), tetapi dari isi surat Nomor: SM3429/220905/CDCR tanggal 5 Agustus 2022 itu jelas dimaknai biaya kompensasi terhadap warga yang sempat dirawat di rumah sakit belum ada kejelasan.
“Saya secara tegas menyatakan bahwa Tim Investigasi sangat serius mengawal keselamatan masyarakat. Dan, sesungguhnya 14 poin tersebut sangat alot dibahas agar ada kesepakatan bersama. Apa yang dipublis itu kesepakatan bersama semua pihak,” kata Atika.
Saya tidak paham apa yang dimaksud Atika. Di satu sisi, surat PT SMGP kepada kepala Desa Sibanggor Julu fokus pada tuntutan dana kompensasi pihak perusahaan terhadap korban, yang jumlahnya 58 orang.
Sementara di sisi lain, dari 14 poin kesepakatan antara PT SMGP dan Forkopimda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) seperti disebutkan Atika, tidak satu pun menyinggung mengenai dana kompensasi seperti harapan warga.
Supaya jelas, perlu kita baca baik-baik ke 14 poin yang dimaksud Atika. Yaitu, 1) PT SMGP melengkapi peralatan pendukung pencegahan terjadinya kecelakaan kerja, 2) PT SMGP lebih melakukan pematangan perencanaan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan, 3) Evaluasi kembali SOP yang ada bersama pemerintah, 4) PT SMGP diwajibkan untuk melengkapi fix station gas detector di area perusahaan dan pemukiman masyarakat.
Poin 5) PT SMGP diwajibkan membangun fasilitas kesehatan beserta peralatan pendukungnya di sekitar wall-ped, 6) PT SMGP diwajibkan melakukan uji fungsi (klibrasi) alat pendukung keselamatan kerja, 6) PT SMGP memfasilitasi pemanfaatan listrik kepada masyarakat sekitar secara gratis.
Selanjutnya, 8) PT SMGP diwajibkan membebaskan lahan dari setiap well-ped sebagai zona aman radius sekitar 300 meter dan dilengkapi dengan pagar, 9) PT SMGP memfasilitasi melakukan studi banding pada lokasi panas bumi yang lebih menyerupai dengan existing PT SMGP, 10) Evaluasi kembali struktur tanah setelah kegiatan eksplorasi.
Lalu, 11) Bonus produksi untuk Pemda Madina untuk memaksimalkan pembangunan, 12) Cover BPJS untuk masyarakat Sibanggor Julu dan Sibanggor Tonga, 13) Beasiswa pendidikan bagi masyarakat berprestasi dan berpotensi, dan 14) PPM yang inklusif pelatihan UMKM dan pertanian.
Lagi-lagi wajar saja masyarakat pesimis terhadap kinerja Tim Investigasi. Pengalaman mencatat, apapun kasus yang terjadi di PT SMGP, bahkan sampai menyebabkan korban jiwa, hingga saat ini proses hukumnya tidak ada yang berujung di pengadilan. Semua seperti mengambang. Tersangka tidak pernah ada, surat perintah pemberhentian penyidikan (SP-3) dari kepolisian pun tidak pernah dipublikasikan.
“Ini tidak bisa kita diamkan. Inilah, jika semua sudah mereka ukur dengan uang,” demikian komentar Tan Gozali Nasution, presiden Ikatan Pemuda Mandailing (IPM), dalam postingannya di salah grup WA yang diikutinya, Sabtu (10/9-2022).
Harapan Tan Gozali agar Tim Investigasi merekomendasikan ada atau tidak H2S (Hidrogen Sulfida) pada insiden 6 Maret 2022, sangat kecil kemungkinan terwujud karena dari 14 poin yang menjadi “andalan” Atika, tak satu pun menyingung soal dugaan warga terpapar H2S. Juga tidak ada poin menyebutkan tim sedang menunggu hasil penelitian laboratorium.
Dengan kata lain, tidak ada yang perlu ditunggu dari hasil laboratorium karena isi surat PT SMGP kepada kepala Desa Sibanggor Julu secara tidak langsung perusahaan sudah menyimpulkan tidak ada H2S dalam peristiwa yang menyebabkan warga keracunan.
Jadi apa lagi yang masyarakat tunggu, terutama masyarakat Sibanggor Julu. Transparansi model apa lagi yang kita nanti dari Tim Investigasi, toh mereka berharap kasus ini hening dengan sendirinya. Berlalu tanpa ada pemberian sanksi pidana dan kompensasi.
Kita berharap jangan ada pihak manapun yang mengambil keuntungan setiap ada insiden kecelakaan di PT SMPG, apalagi ada birokrat atau aparat penegak hukum yang menjadikan perusahaan panas bumi itu sebagai tempat mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
Juga jangan ada di antara birokrat menjadikan PT SMGP sebagai lahan bisnis. Kalau ada yang melakukan hal ini, pasti keberpihakan mereka terhadap masyarakat sudah terdegradasi..
(akhiruddin matondang)