SENIN (24/2-2020), pukul 20.00. Seorang lelaki berpakaian safari datang mengantar surat kepada Akhir Matondang sebagai editor media online Beritahuta.com.
Belakangan surat itu diketahui dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Mandailing Natal (Madina), Sumut No. 029 K. Bawaslu-Prov. SU-11/PM 0702/II/2020 tanggal 24 Februari 2020 tentang Undangan Klarifikasi Investigasi.
Surat itu tampaknya begitu serius, dibuat 24 Februari 2020—entah jam berapa—lalu diantar di luar jam kerja. Pada bagian atas surat tertulis, sifat: penting. Selang satu hari, jadwal pemanggilan pun tiba.
Begitu terima surat, saya coba diskusi dengan beberapa orang yang dianggap kompeten. Ada wartawan senior di Jakarta dan Lampung, politisi, mantan birokrasi, serta personil tim hukum Beritahuta.com.
Seolah janjian, semua berpendapat surat Bawaslu Madina konyol, gertak-gertakan atau bahasa mandailing-nya, pabiar-biarkon. Surat itu juga mengandung banyak kelemahan.
Apakah benar Bawaslu Madina berniat pabiar-biarkon? Bisa jadi, sebab di antara kami belum saling kenal. Sayangnya, karena mereka mengatasnamakan lembaga, ceritanya menjadi lain.
Setelah bincang-bincang dengan berbagai pihak perihal surat itu, saya buat status melalui facebook ”Sorrr kali kurasa ba surat Bawaslu Madina ini… #andabisabacagaksih”.
Berbagai komentar pengguna medsos muncul. Tak seorang pun pro surat itu, semua mengkritisi. Bawaslu Madina dinilai berlebihan menyikapi berita berjudul “Gubernur Sebut Nama Sofwat Nasution Saat Resmikan SMK-N 1 Ulu Pungkut” yang dimuat media ini, Minggu (23/2-2020).
Malam itu pihak komisioner dengar surat ke Akhir Matondang menjadi ramai. Dalam obrolan sesama mereka di telpon, saya dengar salah seorang di antaranya menyebutkan, “Kok reaktif kali Beritahuta menyikapi surat itu.”
Saya senyum saja dengar cerita itu, tapi dalam hati kecil berkata, yang reaktif siapa? Coba kita runut lagi proses lahirnya surat itu.
Jika memang alasan surat cepat dibuat lantaran Joko Arief Budiono, ketua Bawaslu Madina, hendak ke Bali, kenapa jadwal pemanggilan begitu cepat. Bukankah peran Joko dalam skenario ini hanya sekadar pengundang selaku ketua.
Dalam undangan tertulis Akhir Matondang bertemu empat komisioner: Ali Aga Hasibuan, Ahmad Affandi Nasution, Ahmad Sakirin, dan Martua Bangun, Rabu (25/2-2020), pukul 10.00.
Apa tidak ada waktu lagi sehingga Akhir Matondang harus dijadwalkan melakukan klarifikasi investigasi dengan tenggang waktu 38 jam sejak dia terima surat. Begitu daruratkah persoalan sehingga harus cepat, dengan mengunakan kalimat: klarifikasi investigasi. Sifat: penting.
Besoknya, Selasa (25/2-2020), saya selaku pemred/penanggung jawab Beritahuta.com bersama seorang sahabat mendatangi sekretariat Bawaslu Madina. Pada hari itu, hingga pukul 15.00, tak seorang pun komisioner Bawaslu Madina masuk kantor. Sehingga niat bertemu komisioner tak tercapai.
Setelah menunggu lama, saya bertemu Baharuddin Subuh, kepala sekretariat kantor itu. Kebetulan kami bersahabat sejak sama-sama di SMP Negeri 1 Panyabungan.
Pada kesempatan itu saya membawa surat balasan atas surat Bawaslu Madina kepada Akhir Matondang, yaitu surat No. 03.009/BHT.com/II/2020 tanggal 25 Februari 2020 tentang Tanggapan Undangan Klarifikasi.
Surat itu sebenarnya semacam hak tolak dari Beritahuta.com seperti diatur UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Hanya saja disampaikan sedikit melenceng dari seharusnya. Sebab Bawaslu Madina juga mengirim surat seperti tak beretika. Tak paham administrasi kantor. Di amplop saja tidak ditulis tujuan serta alamat surat. Diantar pada malam hari lagi, dan tidak terlebuh dahulu melalui sekretaris.
Surat saya ke Bawaslu Madina bernomor: 03.009/BHT.com/II/2020. Isinya antara lain, “…dengan ini saya sampaikan, “Pala ngaro si Akhir Matondang, maua langa…”
Sampai saat menulis artikel ini, Minggu pagi (1/3-2020), tak ada tanggapan Bawaslu Madina terhadap surat saya tersebut.
Berselang sehari setelah saya ke sekretariat Bawaslu Madina, muncul berita di media online hasil wawancara salah seorang komisioner, Ali Aga Hasibuan. Kelihatan sekali dia membuat statemen melenceng dari substansi surat ke Akhir Matondang. Ingin cari pembenaran, saya anggap wajar. Tapi masyarakat tak sebodoh yang mereka bayangkan.
Misalnya, dia menyebutkan Akhir Matondang tidak mesti datang ke Bawaslu Madina, tapi bisa menjelaskan melalui surat balasan atau bisa juga komisioner mendatangi Akhir Matondang, di rumah misalnya.
Apa yang disampaikan Ali Aga tidak ada dalam surat. Dia hanya sedang beralusinasi.
Entah tidak paham atau seolah tak mengerti, Ali Aga punya pemahaman M. Sofwat Nasution saat ini sudah calon bupati Madina disebabkan sudah daftar (parpol-red)– Baca: Pemred Beritahuta: Penjelasan Komisioner Bawaslu Madina Dipaksakan.
Pemahaman itulah banyak disayangkan berbagai pihak, atau bisa jadi hal itu pulalah menjadi dasar muncul surat untuk Akhir Matondang. Padahal, dalam Peraturan Bawaslu No.14 Tahun 2017, contohnya, pada bab I pasal 3 disebutkan, calon bupati dan calon wakil bupati, calon walikota dan calon wakil walikota adalah peserta pemilihan yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perorangan yang didaftarkan atau mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten/kota.
Karena tahapan KPU Madina belum sampai ke arah itu, sampai saat ini belum ada seorang pun dinyatakan sebagai calon bupati atau calon wakil bupati pikada 2020.
Budayawan Mandailing Askolani Nasution menyebutkan jika Bawaslu Madina merasa keberatan isi pemberitaan harusnya melakukan somasi. Bisa juga menggunakan hak jawab dan lainnya yang diatur undang-undang. Media bukan bersifat personal, tapi kelembagaan.
Kedua, kata dia, makna investigasi dalam pers mengacu pada investigasi report, yaitu hasil penelusuran keabsahan sebuah fakta. Kalau menulis berita berdasarkan apa yang didengar dan dilihat, “Saya kira bukan masuk dalam kategori investigasi. Itu masuk dalam laporan langsung,” katanya.
Jika maksudnya hasil investigasi, jelas Askolani, Bawaslu Madina harus juga menjelaskan substansinya agar tidak menimbulkan diskursus.
Dengan kehadiran surat untuk Akhir Matondang, sebut Pemred Malintang Pos Grup Iskandar Hasibuan, bisa menimbulkan berbagai prasangka. Ini juga sekaligus menjadi peringatan bagi dunia pers dan masyarakat agar paham dengan kondisi yang ada.
Lalu, kenapa yang jadi korban eksprimen Beritahuta.com. Apakah lantaran selama pileg dan pilpres lalu media ini terkesan membiarkan maraknya dugaan kecurangan, atau dianggap jurnalisme kami tidak berkompeten.
Jika hal itu ada dibenak rekan-rekan komisioner, saya kira keliru. Apapun alasannya, kehadiran surat pabiar-biarkon menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.
Biarlah kita anggap para komisioner sedang mempertontonkan jadi diri mereka. Saya masih ingat ketika masyarakat mempertanyakan peran Bawaslu saat Pemilu 2019, baik agenda pilpres dan pileg. Nyaris tak terdengar penindakan yang dilakukan padahal dugaan pesta tabur “bunga” begitu marak.
Kita juga sudah sama-sama paham ada dugaan pelanggaran yang dilakukan salah satu tim pemenangan kontestan pilpres. Berapa banyak anggaran yang dibahabiskan Bawaslu Madina dalam hajat itu, sementara kinerja mereka belum maksimal.
Peristiwa ini sekaligus menjadi titik tolak agar sebagai wasit Bawaslu Madina lebih profesional dan benar-benar sebagai wasit. Tidak berpihak terhadap salah satu kontestan.
Siapa dibalik drama lahirnya surat ke Akhir Matondang? Wallahu a’qlam bishawab.
Saya tidak tahu apakah bincang-bincang seorang komisioner dengan seseorang yang terindikasi dekat dengan salah seorang bakal calon bupati di salah satu tempat ngopi di seputaran Pidoli menjadi pemicunya, hanya Tuhan yang tahu.
Harapan saya surat Bawaslu Madina seperti ke Akhir Matondang tak terulang. Silakan awasi materi pemberitaan pers, tapi lakukan juga mekanisme penangannnya sesuai perundangan-undangan. Tidak hantam kromo yang pada akhirnya menohok muka sendiri.
Bawaslu Madina jangan berpikir mau menghalangi atau menghambat tugas pers sepanjang jurnalis juga bekerja sesuai koridor. Jika itu tak diindahkan, bisa dikenai pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Sekali lagi, peristiwa dialami Beritahuta.com menjadi pengalaman berharga agar tak terulang pada masa mendatang.
Biarlah para komisioner Bawaslu Madina yang tahu kenapa surat untuk Akhir Matondang lahir begitu prematur. Siapa dan entah apa yang merasuki, merekalah yang tahu (*)
(Akhiruddin Matondang)