TIBA-tiba saja kita dihebohkan pemberitaan yang menyebutkan dua youtuber ditangkap, yakni Benni Eduardo Hasibuan dan Joniar Nainggolan. Nitizen yang selama ini tidak “ngeh” dengan postingan kedua youtuber ini, tiba-tiba membuka youtube, apa yang dilakukan keduanya sehingga harus berurusan dengan aparat kepolisian di Kota Medan, Sumatera Utara.
Ternyata keduanya, youtuber yang selama ini banyak memposting “aksi-aksi miring” oknum aparat berbaju coklat. Bahkan dalam sebuah tayangan, Benni sampai turun memprotes aksi oknum yang tetap mengambil uang pemotor meski sudah ditilang.
Kalau kita berpikiran jernih dan memiliki hati nurani yang bersih dan cinta akan nasib bangsa dan negara ini ke depan, saya yakin kita akan sepakat bahwa apa yang dilakukan keduanya merupakan perbuatan mulia yang membantu petinggi kepolisian dalam membangun jajaran yang bersih dan bermartabat.
Sebab jika aparat hukum yang sudah rusak maka jangan diharap penegakan hukum di negeri ini akan berjalan sesuai yang tertuang dalam kitab undang-undang. Keadilan akan berpihak kepada yang berduit. Dengan duit, apapun bisa dibeli. Tidak saja oknum aparat hukum tapi peraturan, termasuk peraturan dan undang-undangnya bisa diatur dengan uang. Kalau sudah demikian jadilah negeri kita ini “negeri dengan 1001 bajingan”, seperti pernah ditulis pada cover majalah Editor pada akhir tahun 90-an silam.
Sebab dalam era skarang ini, tidak banyak anak bangsa yang terpanggil dan mau menghadapi risiko nyawa dan raga untuk membantu petinggi kepolisian membangun kepolisian yang berwibawa, jujur dan dicintai masyarakat. Karena itu seharusnya, Benni dan Joinar harus dijaga dan dikawal agar tetap lancar menjalankan tugasnya dalam membantu petinggi kepolisian dari pungli dan penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
Kalau pun keduanya salah, bisa saja karena sebagai anak muda terlalu bersemangat dan kurang mematuhi ketentuan hukum yang mengatur tayangan di youtube yakni UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 19 tahun 2016 yang merupakan perubahan atas UU ITE Nomor 11 Tahun 2008.
Untuk itu wajar jika ada ganjaran kepada keduanya, jika memang nanti terbukti bersalah di depan meja hijau. Tetapi dalam berbagai postingannya, Benni selalu menyebut “diduga” dan “oknum” sehingga di sini tentu sudah memenuhi unsur praduga tidak bersalah, sebagaimana juga diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Kita berharap penanganan kasus Benni dan Joniar dilakukan secara aturan hukum yang semestinya, tidak dengan emosi dendam oknum yang sebagian periuk nasinya tertungging karena dikoreksi.
Dan jangan pula sampai membuat Benni dan Joniar di kota lainnya jadi ciut nyalinya untuk melakukan koreksi terhadap tingkah polah oknum-oknum di lapangan. Sebab kita mendambakan aparat kepolisian yag benar-benar mengayomi masyarakat, bukan menakut-nakuti. Termasuk tentunya memberikan contoh dan teladan kepada masyarakat agar kesadaran masyarakat terhadap hukum meningkat.
Jangan justru sebaliknya, karena hampir tiap hari melihat dan menyaksikan bahkan barangkali mengalami aksi ketidakadilan oknum kepolisian di lapangan, masyarakat makin semau gue. Kita tentu tidak berharap masyarakat makin liar dan seperti cover majalah Editor tersebut, “negeri dengan 1001 bajingan” benar-benar nyata di tengah-tengah kita. Itu saja!
Syafnizal Datuk Sinaro
(Dewan Redaksi BERITAHUta.com)