
PANTAIBARAT, BERITAHUta.com—Praktisi hukum yang juga mantan Duta Besar Indonesia Norwegia dan Islandia Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., LL.M. menyebutkan ada pihak yang membekingi para penambang liar di sekitar Sungai Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut.
“Penambang liar sudah diberantas, tapi mereka masih ada, dan pasti ada yang membackingi,” tulis Todung dalam laman akun facebook-nya pada, Minggu (30/7/2023) pagi.
Rasa prihatin itu diungkapkan tokoh gerakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilahirkan di Muara Botung, Kecamatan Kotanopan, Madina pada 4 Juli 1949, itu setelah ia bersama sejumlah rekannya melakukan kunjungan ke wilayah pantai barat kabupaten paling selatan Sumut ini.
Kunjungan sebagai ketua Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) Kabupaten Mandailing Natal ini antara lain hendak melihat Pelabuhan Palimbungan, Batahan dan potensi pengembangan udang lobster di sana.
Sebelum tiba di Kecamatan Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis (MBG), Todung dan rombongan melewati jalan nasional di Kecamatan Batang Natal serta Lingga Bayu. Di sinilah ia melihat pemandangan kondisi Sungai Batang Natal yang begitu memprihatinkan. Sudahlah warna air cokelat, kiri-kanan sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai) rusak akibat ulah penambang emas ilegal.
Para penambang emas liar itu bertahun-tahun seakan mendapat izin memporak-poranda sepanjang tepi DAS sehingga sekarang kondisinya amburadul. Aparat terkait tidak berkutik, bahkan diduga menjadi ‘lahan’ bagi mereka mengumpulkan pundi-pundi memperkaya diri.
Dalam narasi yang diungkapkan melalui tulisan dalam akun facebook tersebut, tampak Todung tidak bisa menyembunyikan rasa sedih terhadap kondisi Sungai Batang Gadis.
Menurutnya, sekitar 10 kilometer dari Desa Bangkelang, Kecamatan Batang Natal kearah Natal, Sungai Batang Gadis sudah kuning kecokelatan. Ada aroma busuk dan penuh polusi.
Penambang emas liar dì sungai dan bukit-bukit di sepanjang tepi Sungai Batang Natal, kata dia, membuang limbahnya ke sungai. So ugly (sangat jelek-red).
“Air kotor ini mengalir ke lautan India. Meracuni ikan-ikan yang sebagian ada di meja makan kita,” tulis sang pakar hukum yang juga dikenal sebagai praktisi hukum pendiri The Law Office of Mulya Lubis and Partners.
Batang Natal, tulis Todung, adalah sungai yang indah, bermuara ke Lautan India. “Sungai ini sampai Bangkelang sangat bersih dan menawan.”
Beking
Jika Todung menuding ada pihak-pihak tertentu yang membekingi tambang emas ilegal di sekitar Sungai Batang Natal, itu bukan tanpa alasan. Tidak mungkin aparat tidak tahu tentang aktivitas para penambang liar, tetapi mereka seakan tutup mata.
Lihatlah, jika pagi sampai sekitar pukul 09.00, sungai masih jernih dan bersih. Tetapi, setelah jelang siang, mulai kotor, berubah menyerupai warna coklat susu.
Itu artinya aktivitas penambang emas liar masih ada. Memang saat ini sudah jarang terlihat aktivitas beko di sepanjang DAS, tetapi operasional mesin dongfeng masih ada.
Paling nyata air cokelat itu tampak mengalir dari arah hulu jembatan Muara Parlampung. Artinya, ada dugaan aktivitas tambang ilegal masih terus berlangsung di sana setelah sekitar pukul 08.00 sampai jelang magrib. Alat yang mereka pakai diduga dongfeng, manual atau beko.
Bahkan patut diduga penambangan ilegal yang mengotori DAS Batang Natal yang merusak lingkungan bukan hanya di areal perkebunan warga, tetapi juga di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).
Dalam suatu kesempatan, Irjen Pol RZ. Panca Putra Simanjuntak sewaktu menjabat kepala Polda Sumut pernah mengatakan, penanganan tambang ilegal di Madina, terutama di bantaran Sungai Batang Natal tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada aparat kepolisian, tapi perlu bersama-sama, misal, dengan pemerintah kabupaten.
Polda, kata dia, juga sudah berkoordinasi dengan Pemkab Madina untuk penyelesaian masalah penambangan ilegal di sepanjang aliran Sungai Batang Natal. (*)
Editor: Akhir Matondang