Oleh: Wadih Al Rasyid Nasution
Founder Madina Care Institut dan Pengurus Besar HMI
SOSOK berlobe putih di panggung kehormatan pada saat acara karnaval dalam rangka HUT ke-78 RI tingkat Mandailing Natal (Madina), Sumut. Tentu saja, dia bukanlah sosok yang asing bagi kita masyarakat di kabupaten ini.
Beliau adalah ayah dari Atika Azmi Utammi Nasution, wakil bupati Madina. Namanya sudah harum dan terkenal di mana-mana jauh sebelum putrinya terpilih sebagai wakil bupati di daerah ini.
Mungkin selama ini—sebelumnya Atika menjabat wakil bupati– beliau tidak pernah turut serta atau terlihat pada acara-acara pemerintahan, termasuk kegiatan karnaval setiap HUT RI atau HUT Madina.
Tapi ketika Atika sudah menjadi wakil bupati, beliau memang tampak sering mengikuti acara-acara penting yang diadakan pemkab.
Dalam foto yang viral di medsos, terlihat di panggung kehormatan duduk para unsur Forkopimda Madina, kecuali beliau.
Bukan hanya akun facebook Yusnia Susanti Parinduri yang geram dan mempertanyakan kehadiran bapak berlobe putih di panggung utama tersebut, saya yakin sebagian besar dari kita juga mempertanyakan kapasitas beliau, sehingga bisa duduk dan berdiri melambai-lambai ke arah penonton serta peserta karnaval.
Bupati bukan, wakil bupati juga bukan. Ketua dewan bukan, kepala dinas, juga bukan. Apalagi kapolres. Lantas siapa sebenarnya beliau ini, dan protokoler seperti apa yang diterapkan atas kehadiran beliau. Apakah beliau juga memiliki ajudan sebagaimana bupati serta wakil bupati.
Ini bukan komentar tendensius. Bukan juga komentar dari orang yang tidak menghargai sosok orang tua, seperti bapak Oji Khoir. Tetapi menurut saya, kita harus sadari bersama bahwa panggung itu adalah milik Forkopimda.
Saya mencari dan bertanya terhadap banyak orang di Madina jabatan apa yang diemban Oji Khoir pada masa pemerintahan Sukhairi-Atika. Saya pun tidak menemukan jawabannya. Mungkin karena kasus itulah sehingga akun atas nama Yusnia Susanti Parinduri menyebut atau melabeli Bapak Oji Khoir sebagai gubernur Kotanopan.
Menurut saya ini adalah tamparan keras bagi wakil bupati atau Oji Khoir sendiri. Mulai hari ini hingga berakhirn masa jabatan Atika sebagai wakil bupati Madina, Oji Khoir harus rela tidak ikut serta naik di panggung Forkopimda.
Bukan lantaran wakil bupati Atika tidak menghargai Oji Khoir sebagai orang tua. Tetapi Oji Khoir atau sosok yang berlobe putih dalam foto itu juga harus menyadari Atika bukan lagi seorang putri kecil yang harus didampingi dan diawasi orang tua kapan, serta dimanapun.
Jika persoalan boleh membawa orang tua karena rasa sangat menghargai dan menghormati atau ingin berbakti kepada orang tua, saya yakin kepala-kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dan unsur Forkopimda yang di panggung juga bisa jadi ingin membawa orang tua atau keluarga mereka. Hanya mereka sadar kapasitas itu bukan panggung keluarga.
Apalagi sosok Oji Khoir bukan hanya sekali dua kali turut serta berdiri sejajar dengan Forkopimda. Nyaris dalam dua tahun kepemimpinan Sukhairi-Atika, baru kali ini sosok Oji Khoir sedemikian sangat disorot. Ini bisa jadi lantaran masyarakat sudah mulai muak. Gerah atas hadirnya beliau di panggung-panggung penting pemerintahan.
Saya memang tidak menemukan undang-undang dan aturan yang melarang seorang wakil bupati membawa orang tua duduk di antara Forkopimda di atas panggung kehormatan.
Namun menurut saya mulai hari ini, Atika yang menjadi harapan masyarakat Madina, khususnya kaum milenial, harus segera berani melepaskan diri dari bayang-bayang orang tua. Berani tidak mengikutsertakan Oji Khoir dalam kegiatan-kegiatan dan acara-acara penting Pemkab Madina.
Dalam kaitan ini, ada yang perlu saya pertanyakan:
Pertama, siapa Oji Khoir ‘lobe putih’ sehingga bisa duduk di panggung kehormatan. Kedua, apakah jasa penting beliau untuk Madina, dan ketiga, jika hanya karena beliau merupakan ayah dari wakil bupati pantaskah beliau berdiri dengan bangga dan melambai ke arah penonton seperti seorang bupati
Mungkin jika pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa kita jawab, maka tentu sudah tidak akan pernah mempertanyakan kehadiran sosok Oji Khoir di atas panggung kehormatan.
Namun sampai hari ini saya tidak menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, kecuali jawaban dari setiap orang yang saya tanya adalah beliau merupakan ayah dari wakil bupati Madina: Atika Azmi Utammi Nasution.
Saya menyadari betul mungkin pak haji berjasa bagi sebagian orang, khususnya tokoh-tokoh politik di Madina. Hal ini juga mungkin yang mendasari sehingga komentar-komentar terhadap beliau tidak terlalu banyak.
Dalam pandangan saya melihat gestur anggota Forkopimda yang hadir, mereka juga sebenarnya geram dengan kehadiran lobe putih di atas panggung. Tetapi apa mau dikata, beliau berjasa bagi mereka.
Sebelum tulisan saya ini beredar kemana-mana terlebih dahulu saya mohon maaf kepada senior dan tokoh-tokoh di Madina. Sebab mungkin apa yang saya sampaikan ini bisa memancing emosi dari berbagai pihak, terutama pihak keluarga.
Pesan saya untuk wakil bupati Madina, ibu yang terhormat, ibu dipilih rakyat Madina sebagai wakil bupati Madina maka sejak ibu terpilih, lalu dilantik maka ibu adalah milik seluruh masyarakat di kabupaten ini. Bukan milik keluarga atau milik Bapak Oji Khoir.
Begitu pun Bapak Oji Khoir, mungkin tidak pantas berpesan ke Bapak Haji, karena saya hanyalah rakyat biasa di Madina yang lahir dari keluarga sederhana. Bukan siapa-siapa, tentu pak haji sudah lebih dulu dan lebih khatam mengenai Madina. Saya pun sangat menghormati dan menghargai Oji Khoir sebagai salah satu tokoh masyarakat Madina. Bagi saya wakil Atika hingga habis masa jabatannya adalah milik masyarakat Madina.
Saya tidak bisa berkomentar panjang-panjang karena saya juga tidak habis pikir kenapa bisa beliau berdiri di situ dan melambai ke arah penonton layaknya seorang bupati.
Ini perlu kejelasan bagi masyarakat. Jangan sampai terbangun stigma bahwa Oji Khoir adalah bupatinya bupati. (*)