BERITAHUta.com—Pihak perusahaan yang mengerjakan pembangunan Pasar Maga patut disebut “si raja tega”. Pasalnya, meskipun nilai proyek Rp5 miliar lebih, tapi pemborong belum melunasi upah para pekerjanya.
Dari sekitar 30 pekerja, baru satu orang yang lunas. Itu pun karena lelaki 25-an tahun ini sering bon. “Dia sering bon, jadi memang gak ada lagi gajinya,” kata seorang pekerja.
Dengan demikian pembangunan Pasar Maga, Kecamatan Lembah Sorik Marapi (LSM), Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumut bukan hanya mangkrak (terhenti) pelaksanaan pengerjannya sebulan lebih, tapi juga meninggalkan masalah terhadap para pekerja.
Sejak awal kondisi keuangan rekanan yang mengerjakan proyek itu, PT. Cinta Karya Membangun terkesan bermasalah. Awalnya, pekerja banyak berasal dari Padang, Sumbar. Karena pembayaran upah sering terlambat, satu per satu mereka berhenti dan pulang ke kampungnya. Terakhir tinggal sekitar lima orang.
Selain lima orang itu, ada sekitar 25 pekerja asal Maga dan sekitarnya, misalnya, dari Desa Pasar Maga, Desa Siantona, dan Desa Bangun Purba. Untuk “kelas” tukang diberi upah Rp130 ribu, sementara “kenek” Rp80 ribu per hari.
Awalnya pihak pemborong menyatakan pembayaran upah diberikan tiap dua pekan. Hal ini sempat ditolak para pekerja. Mereka minta sebagaimana biasa saja, yaitu setiap pekan. Alasannya, mereka mau belanja kebutuhan keluarga pada saat poken sinayan di Pasar Maga.
Namun, pihak pemborong tetap ngotot pembayaran upah tiap dua pekan sekali. Pekerja pun mengalah disebabkan mereka juga ingin kerja mengingat kebutuhan ekonomi.
“Pas mau bayaran dua pekan pertama enggak ada uangnya. Waktu berjalan, pada kenyataannya malah pembayaran tetap satu bulan, bukan dua pekan sekali,” kata seorang warga Maga yang ikut kerja di proyek yang mestinya selesai dalam 65 hari itu.
Meskipun pembayaran tersendat-sendat, upah pekerja pada bulan pertama selesai. Sekarang yang belum dilunasi upah pekerja bulan kedua.
Sebelum diliburkan akhir Desember 2018 lalu, pekerja hanya dibayar separoh dari yang mestinya mereka terima. Misalnya, seorang pekerja seharusnya menerima upah Rp1,5 juta, cuma dibayar Rp700 ribu. Ada yang mestinya terima upah Rp1,8 juta, dibayar Rp 900 ribu.
Seperti diberitakan, proyek pembangunan Pasar Maga mangkrak sejak akhir Desember 2018 lalu. Hingga Jumat (1/2), sudah sebulan lebih tak ada aktivitas di lapangan. Para pekerja diliburkan tanpa alasan jelas. Padahal upah mereka belum dilunasi.
“Baru satu orang yang lunas, itu pun karena dia sering bon. Janjinya dibayar setelah mulai kerja lagi, tapi sampai sekarang belum ada informasi,” kata pekerja lain.
Seorang warga Maga menyebutkan, beruntung para pekerja yang ikut dalam proyek mereka yang tidak mudah emosional. “Untung semua yang kerja tidak ada yang pemarah, kalau tidak, bisa saja muncul masalah baru,” katanya.
Seorang ibu pemilik warung yang tak jauh dari lokasi proyek menyebutkan, suatu saat pekerja asal Padang hendak pulang ke daerah asal karena mendapat telpon anaknya sakit. Ketika hendak pamit, si pekerja minta upah kerjanya.
Malang, pihak pemborong tak memberi uang sama sekali dengan alasan tak ada dana. Akhirnya, pekerja ini terpaksa bon di salah satu warung yang ada di depan Puskesmas Maga.
Menurut informasi yang didapat Beritahuta.com, sampai sekarang hutang di warung tersebut belum dibayar. “Pekerja dari Padang kalau tidak ada uang makan, beli rokok atau keperluan lain, kan bon di warung itu. Mestinya ketika pas upah kerja dibayar, hutang mereka juga dibayar. Sekarang bagaimana mau bayar hutang, upah mereka juga masih digantung,” kata Madi, warga Maga.
Proyek pembangunan Pasar Maga dikerjakan oleh PT. Cinta Karya Membangun, beralamat di Jl. Setia Budi Ujung, Perumahan Griya Safira Blok C No.19 Kelurahan Simpang Selayang, Medan.
Namun beredar informasi, pelaksana di lapangan dipegang pemborong asal Padang. “Tidak jelas bagaimana, tapi masak proyek miliaran tidak bisa bayar upah pekerja, paling totalnya Rp20-an juta lagi,” ujar Madi, yang kebetulan sedang menonton bola di lapangan dekat lokasi proyek itu. (tim-01)