BERBAGI
SILATURRAHMI--Brigjend TNI (Purn) M. Sofwat Nasution (kanan) bersilaturrahmi dengan H. Kobul Nasution, seorang guru dan pedagang di Panyabungan yang era 1970-an pernah membuat tontotan "bedu masuk kota".

BERITAHUta.com—Perjalanan “Safari Silaturrahmi” tim Brigjend TNI (Purn) M. Sofwat Nasution ke wilayah pantai barat Mandailing Natal (Madina), Sumut, belum lama ini, menyisakan cerita kenangan lama.

Pada saat melintas di jalan raya Kecamatan Lingga Bayu, tepatnya di Desa Perbatasan,  sang jenderal sengaja berhenti di suatu rumah karena ingin bersilaturrahmi dengan H. Kobul Nasution.

Bagi warga Panyabungan dan sekitarnya yang usianya di atas 50 tahun, nama ini mungkin sudah tak asing. Ia seorang guru, waktu itu mengajar pendidikan agama Islam di SD Negeri 9 Panyabungan Jae.

H. Kobul dan keluarganya kebetulan mengontrak sebuah rumah-toko di samping kiri masjid raya Al Qur’ra Walhuffazh, Panyabungan. Secara kebetulan bangunan tersebut milik keluarga Sofwat Nasution.

Di tempat ini, H. Kobul dan keluarga membuka toko sepeda, berikut peralatan, dan bengkel sepeda. Pada masa itu, toko sepeda ini paling besar di Panyabungan.

Meskipun seorang guru, H. Kobul dikenal ulet dalam usaha. Termasuk ketika pada sekitar pertengahan tahun 1977 ia mampu menggemparkan Panyabungan dengan tontonan “bedu masuk kota.”

Ketika Sofwat Nasution bersilaturrahmi di rumah H. Kobul, yang sekarang tinggal dan membuka usaha di Desa Perbatasan , kisah “bedu masuk kota” ini sempat menjadi bahasan sekaligus gurauan sehingga suasana kian cair.

Sampat dobai ribut dohot kakakmu. Gara-garamu, sude anakmu i goar kalak si Bedu,” kata H. Kobul menirukan ucapan istrinya pada masa itu. Lalu, dia jawab: “Ita namarusaho do, aha dei salana. Naponting dapot epeng na halal.”

BERITA TERKAIT  Disambut Kuda Lumping, Warga Sidojadi Yakin Sofwat Nasution Bakal jadi Bupati

Memang  pada saat itu, sebagian putra H. Kobul disapa kawan-kawannya dengan “Bedu”. Sebenarnya bukan mengejek, tapi disebabkan “pertunjukkan” itu begitu “berkesan”, sehingga sampai saat ini tetap dikenang.

Bagaimanakah pertunjukkan “bedu masuk kota”. Waktu itu—jika tak salah, pas Hari Raya Idul Fitri tahun 1977. Sebelum “ari rayo” sudah ada selebaran dan “halo-halo” bakal ada tontonon “bedu masuk kota” di balerong pedagang ikan asin, Pasar Lama Panyabungan. Tepatnya di sekitar sebelah  kiri Toko Nova, jalan pasar keliling.

SIAP–H. Kobul Nasution menyatakan dukungan dan siap membantu memenangkan Brigjend TNI (Purn) M. Sofwat Nasution pada pilkada Madina mendatang.

Mengusung promo “bedu masuk kota” tentu saja membuat masyarakat penasaran. Bisa jadi lantaran anak-anak dan remaja pada masa itu juga belum begitu mengenal apa itu “bedu”.

Tak ayal, anak-anak dan para remaja yang sedang berhari-raya pun berbondong-bondong beli tiket ingin menyaksikan “bedu masuk kota”. Semua pintu masuk balerong ditutup, kecuali dua pintu dari arah utara. Satu untuk masuk, satu lagi pintu keluar pengunjung.

Pada saat itu, penonton tidak pernah ramai betul, tapi juga tidak sepi. Selalu ada pengunjung  yang keluar masuk. Setelah masuk, paling lama pengunjung hanya lima menit di dalam balerong, lalu sudah tampak keluar.

Kenapa cerita “bedu masuk kota” ini tetap dikenang sampai sekarang? Karena banyak penonton merasa terkecoh akibat ketidakpahaman mengenai “bedu”.

Kepada Sofwat Nasution, H. Kobul menceritakan asal mula pertunjukan “bedu masuk kota” tersebut. Kegiatan itu, kata dia, tidak direncanakan. “Awalnya ada kawan menawarkan dua ekor bedu yang baru didapatnya dari hutan. Naluri bisnis saya jalan, kebetulan mau Lebaran,” katanya.

BERITA TERKAIT  Jamaah Pengajian “Tuan Nalomok” Sambut Hangat Pasangan Sofwat-Beir

Singkat cerita, H. Kobul pun membeli bedu tersebut. Lalu, untuk sementara disuruh pelihara si penjual sembari menunggu Idul Fitri tiba. “Saya tahu banyak orang Panyabungan tidak tahu bedu,” katanya.

Begitu hari raya tiba, pertunjukkan “bedu masuk kota” itu pun gempar. Apakah si bedu masuk kota itu? Setelah membeli tiket, dan masuk ke balerong mereka melihat dua ekor kambing hutan diikat pakai tali di tiang balerong.

Hampir semua pengunjung mengaku kecewa, karena mereka hanya beli tiket untuk melihat dua ekor kambing hutan yang diikat di balerong tersebut.

“Saya ikut beli tiket. Ketika di dalam, saya sempat bertanya kepada kawan saya, mana bedunya,” kata salah seorang tim Safari Silaturrahmi M. Sofwat Nasution yang enggan ditulis namanya.

Cerita kenangan masa lalu itu ternyata mampu membawa suasana cair pertemuan rombongan Sofwat Nasution dengan H. Kobul, yang pada usia 78 tahun kelihatan masih sehat.

Uniknya, sebagian besar rombongan tim Safari Silaturrahmi mengaku ikut jadi “korban” pertunjukkan “bedu masuk kota”.

Lalu, di sela-sela silaturrahmi itu, H. Kobul menyebutkan, “Saya siap dukung Sofwat jadi bupat Madina. Disini banyak keluarga dan relasi saya. Pasang spanduknya di sana,” katanya sembari menunjuk tempat pemasangan yang dimaksud. (*)

Peliput: Tim

Editor: Akhir Matondang

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here