BERITAHUta.com–Mahkamah Konstitusi (MK) tidak saja berwenang mendiskualifikasi petahana yang memutasi pejabat sebagaimana larangan UU Pilkada, tetapi juga bisa mendiskualifikasi paslon yang terbukti melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis dan massif (TSM).
Mantan hakim MK, Maruarar Siahaan menyebutkan jika pelanggaran TSM terbukti, MK berwenang menyatakan paslon (pasangan calon) yang ditetapkan sebagai pemenang untuk didiskualifikasi.
Hal itu diutarakan Maruarar dalam pesan singkatnya kepada wartawan, belum lama ini, seperti dikutip dari Tribunnews.
MK, kata dia, bisa saja memenangkan paslon pemilik suara terbanyak kedua sebagai kandidat terpilih di dalam pilkada. Terutama, ketika paslon pemilik suara terbanyak pertama di pilkada, terbukti melakukan kecurangan secara TSM.
“Tentang putusan sampai kepada diskualifikasi dan paslon yang memiliki suara terbanyak kedua ditetapkan sebagai paslon yang dilantik, tetap dimungkinkan,” kata Maruarar.
Namun, kata dia, MK perlu memeriksa kinerja Bawaslu sebelum memenangkan paslon pemilik suara kedua sebagai kandidat terpilih.
Misalnya kemungkinan Bawaslu tidak menangani atau bekerja tidak sesuai dengan aturan. Lalu, MK perlu menguji pilkada yang terdapat pelanggaran hukum pemilu soal TSM.
Jika pelanggaran TSM terbukti, ujar Maruarar, MK berwenang menyatakan paslon yang ditetapkan sebagai pemenang untuk didiskualifikasi.
Setelah itu, paslon pemilik suara terbanyak kedua dilantik sebagai pemenang pilkada. Namun, MK dapat menyatakan pemilihan ulang, ketika perolehan suara paslon yang diskualifikasi tidak berbeda jauh.
Mekanisme pemungutan suara ulang ini bisa terjadi ketika jumlah paslon lebih dari dua. Selanjutnya selisih suara antara Paslon yang tidak didiskualifikasi terpaut tipis.
“MK berwenang menyatakan paslon yang ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU didiskualifikasi dan menyatakan pemenang kedua yang dilantik, atau jika suara pasangan calon di luar diskualifikasi tidak berbeda jauh, dapat menyatakan dilakukan pemungutan suara ulang, di luar keikutsertaan paslon yang didiskualifikasi,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Maruarar, adanya indikasi kecurangan juga menjadi pertimbangan mahkamah ketika menerima perkara sengketa pilkada yang selisih suaranya melebihi syarat ambang batas.
Dia mengatakan, syarat ambang batas sendiri telah mendorong pasangan calon untuk mengejar selisih suara yang menjamin kemenangan mereka tidak bisa digugat ke MK.
Demi mengejar target tersebut, paslon terkadang menggunakan cara tidak sah atau melanggaran ketentuan penyelenggaran dalam undang-undang, serta melanggar hak-hak asasi pasangan calon tertentu.(*)
Sumber: Tribunnews.com
Editor: Akhir Matondang