
PELANTIKAN 120 pejabat eselon II, III, dan IV di lingkungan Pemkab Mandailing Natal (Madina), Sumut pada, Kamis (6/3/2025), masih menjadi topik pembicaraan bagi sejumlah kalangan ASN (Aparatur Sipil Negara) di daerah ini.
Bukan saja soal pelantikan yang dilakukan Sekdakab Alamulhaq Daulay atas nama Bupati H.M. Ja’far Sukhairi Nasution diduga belum mendapat izin dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tapi berembus bermacam desas-desus sebelum mutasi itu dilaksanakan.
Seperti diberitakan sejumlah media online, ada dua pendapat mengenai perlu tidaknya izin Kemendagri jika bupati melakukan mutasi pejabat jelang masa jabatannya berakhir. Ada menyebut tidak perlu izin pusat (Kemendagri), tak sedikit juga berpendapat sebaliknya.
Jika beracuan pada Permendagri Nomor: 73 Tahun 2016, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota, maka tegas dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.
Sedangkan gubernur, bupati, atau walikota yang baru dilantik baru bisa melakukan mutasi pejabat enam bulan setelah tanggal pelantikan. Kalau belum sampai enam bulan, tentu harus mendapat persetujuan tertulis dari Kemendagri, sesuai pasal 2 ayat (2) Permendagri tersebut.
Menanggapi hal itu, Sekdakab Alamulhaq mengatakan tidak ada aturan yang dilanggar terkait pelantikan 120 pejabat eselon II,III,IV sesuai SK Bupati Madina Nomor: 821.2/0244/K/2025. “Tidak ada larangan. Itu hak bupati sesuai kewenangannya,” katanya, Sabtu (8/3/2025) kepada Beritahuta.com.
Dulu, kata dia, Permendagri itu diterbitkan supaya kepala daerah tidak arogan. “Sekarang, setelah bupati terpilih dilantik, bisa langsung melantik. Misalnya, bupati dan wakil bupati dilantik, 12 Maret 2025, besoknya, 13 Maret 2025, bisa memutasi pejabat,” jelasnya.
Menurut Alamulhaq, sangat kaku jika Permendagri itu diterapkan. “Kalau harus ada izin Kemendagri, apa guna kepala daerah. Bupati dan wakil bupati kan pilihan rakyat,” tegasnya.
Tidak jelas apa dasar Sekdakab menyampaikan pendapat tersebut. Padahal belum pernah ada informasi pencabutan ketentuan Permendagri Nomor: 73 Tahun 2016. Apalagi, berdasarkan berita resmi website Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), Rabu (5/3/2023), ketentuan seperti diatur dalam Permendagri ini masih dalam proses gugatan di MK.
Dalam gugatan di MK, seorang ASN bernama Paber SC Simamora mempertanyakan keberadaan kepala daerah terpilih yang tidak diperbolehkan melakukan penggantian pejabat daerah enam bulan sejak pelantikan dan jika masih dalam tenggang waktu enam bulan berakhir, mesti dapat persetujuan menteri.
Melalui Perkara Nomor: 2/PUU-XXIII/2025 ini, pemohon mengujikan pasal 162 ayat (3) UU Nomor: 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) ke MK.
Pemohon mengatakan keberadaan gubernur, bupati dan walikota yang bertindak sebagai atasan sekaligus kepala pemerintah pada tingkat provinsi, kabupaten/kota ini memiliki kewenangan yang sama dengan menteri dan pimpinan lembaga lain sebagaimana diatur dalan pasal 29 ayat (1) UU Nomor: 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Sehingga kewajiban memperoleh persetujuan dari Mendagri bagi kepala daerah untuk melakukan penggantian pejabat di lingkungan pemerintah daerah dinilai tidak sesuai norma pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Dengan kata lain, Permendagri mengenai ketentuan harus ada izin Kemendagri sepertinya masih berlaku. Tentu saja, sebelum melakukan mutasi 120 pejabat eselon II, III, dan IV beberapa hari lalu, Pemkab Madina sudah melalui pertimbangan matang. Punya alasan kuat yang dapat dipertanggung jawabkan.
Selain ‘bisik-bisik’ soal boleh atau tidak Sukhairi-Atika melakukan rolling pejabat, desas-desus lain adalah adanya dugaan bupati tidak full melibatkan wakil bupati dalam menentukan nama-nama yang dilantik.
“Memang ada beberapa di antara mereka yang dilantik ‘punya’ wakil bupati, tapi finishing-nya menjadi kewenangan bupati. Tidak seperti selama ini,” kata sumber yang tak mau disebutkan namanya.
Entah betul atau tidak, kata dia, ada kesan wakil bupati kecewa terhadap tindakan bupati. “Mungkin manjala,” ujarnya tanpa menyebut maksud kalimat tersebut.
Informasi lainnya yang saya dapat, Saipullah Nasution, bupati terpilih, tidak setuju ada lagi pelantikan pejabat di lingkungan Pemkab Madina diujung masa jabatan Sukhairi-Atika. Apalagi waktu pelantikan bupati baru, jika sesuai rencana awal, yakni: 12 Maret 2025, tentu waktunya tinggal menghitung hari.
Jika betul Saipullah tak setuju ada pelantikan pejabat eselon II, III, dan IV, itu berarti tak ada jaminan masa jabatan mereka yang dilantik beberapa hari lalu bakal bertahan lama. Itu dugaan saya, sebab Saipullah merupakan figur yang tegas dan tak mudan disetir.
Secara logika jika dalam hal kepentingan kerja dengan pimpinan, terkait pelaksanaan program kerja, pilihan Sukhairi-Atika belum tentu sesuai keinginan Saipullah-Atika.
Apalagi sekarang masih tahap awal tahun anggaran. Program kerja baru mau berjalan, semestinya lebih logis jika nanti ketika sudah dilantik barulah Saipullah menata penempatan para pejabat sesuai kriteria diinginkan. Ini kalau ingin kinerja aparatur berjalan baik, kecuali ada tujuan lain. Sukses tidaknya program kerja tahun anggaran 2025, itu sudah berada di pundak Saipullah.
Ketika Jafar Sukhairi atau Atika Azmi Utammi hendak dikofirmasi masalah ini, hanphone kedua pejabat tak satu pun bisa dihubungi.
Janganlah para pejabat dibuat musing-musing. Pelantikan bulan ini, misalnya, si Polan dimutasi dari jabatan camat Dolok Marombus, lalu bulan depan dilantik lagi dia jadi camat Dolok Marombus.
Ada juga, pelantikan bulan lalu, misalnya, dia ditarik camat Dolok Marangin (eselon III) dan diberi tugas baru sebagai kasi di suatu tempat (eselon IV), namun bulan ini dilantik lagi dia sebagai camat di kecamatan lain.
Jika tujuan awal dia turun eselon dalam rangka pembinaan, lalu pembinaan model apa yang sudah dilakukan dalam tenggang waktu sesingkat itu.
Musing deh, eh pusing deh…(*)
Akhiruddin Matondang