PANYABUNGAN, BERITAHUta.com— Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Islam (PD GPI) Mandailing Natal (Madina), Sumut berharap penyidik kepolisian dapat membongkar sindikan mafia seleksi penerimaan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) 2023 di daerah ini.
Ketua Bidang Politik, Hukum, HAM PD GPI Madina Abdul Majid Nasution menyampaikan apresiasi atas kinerja Poldasu, khususnya tim Tipikor Ditreskrimsus, yang mampu menetapkan tersangka pada kasus dugaan suap seleksi PPPK di kabupaten ini.
“Kami mengapresiasi langkah cepat kepala Poldasu dalam merespon kisruh PPPK Madina yang telah menasional. Kami juga mendukung aparat penegak hukum membongkar sindikat mafia PPPK yang ditengarai penuh kecurangan serta dugaan praktek suap dan maladministrasi.” Katanya melalui rilis yang diterima Beritahuta.com pada, Sabtu (13/1/2024).
Dalam kaitan itu, PD GPI Madina berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus ini sampai akar-akarnya. Penyidik hendaknya menjadi dikan DHS yang sudah ditetapkan sebagai tersangka sebagai pintu masuk menjerat tersangka-tersangka lain.
PD GPI berharap kepolisian mampu membongkar borok kisruh PPPK 2023 Madina sehingga mereka yang terlibat mendapat hukuman setimpal sesuai hukum yang berlaku. “Siapa pun oknum elit atau ASN (Aparatur Sipil Negara), tanpa terkecuali harus mendapat sanksi hukum,” ujar Abdul Majid.
Kisruh PPPK 2023 Madina, kata dia, telah mencoreng serta mempermalukan wajah Madina di seantero tanah air. Tak itu saja, integritas daerah ber-tagline “Bersyukur dan Berbenah” telah berada pada titik nadir paling rendah.
Pasca DHS alias Dollar Hafriyanto Siregar, yang menjabat kepala Dinas Pendidikan Madina, ditetapkan sebagai tersangka seolah tiupan angin segar bagi penegakan hukum tanpa pandang bulu dan diskriminatif.
Ini, kata Abdul Majid, sekaligus memberi harapan terhadap perjuangan para peserta tes PPPK Madina 2023 yang menjadi korban kesewenang-wenangan panitia.
Dengan penetapan DHS sebagai tersangka, menurut PD GPI, merupakan sinyal kuat persoalan seleksi PPPK Madina 2023 sarat masalah.
Karena itu, seleksi PPPK ditengarai sarat praktek konspirasi kotor berbau KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme). Patu diduga aksi suap-menyuap dilakukan secara massif, terstruktur dan sistematis untuk meraup keuntungan pribadi, kelompok (vested interest) yang angkanya mencapai puluhan miliar rupiah.
Praktek liar itu diduga disetting dengan memanfaatkan pemberian nilai SKTT, maladministrasi, dan manipulasi data honorer. “Berbagai praktek penyalahgunaan jabatan dan wewenang (abused of power) para mafia harus dibongkar tuntas. Ini merupakan penjarahan nyata terhadap hak-hak guru yang seharusnya bisa lulus tapi justru mereka terzalimi,” kata Abdul Majid. (*)
Editor: Akhir Matondang