
PANYABUNGAN, BERITAHUta.com—Sejumlah kepala sekolah dan masyarakat berharap guru tidak lagi dilibatkan dalam acara “meramaikan” kegiatan Pemkab Mandailing Natal (Madina), Sumut yang dapat mengorbankan jam belajar anak di sekolah. Tugas guru adalah mengajar di sekolah, bukan mensukseskan acara bupati.
“Jika seluruh staf dan guru diminta hadir ke Masjid Agung untuk mengikuti suatu acara, secara tak langsung pemkab minta murid diliburkan,” kata seorang kepala sekolah (kepsek) di Panyabungan, Madina, Senin (28/4/2025).
Hal itu dikatakan kepsek yang tak mau ditulis namanya menyikapi surat kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Madina Nomor: 005/959/Disdikbud/2025 tanggal 28 April 2025.
Surat yang ditanda tangani Rahmad Hidayat, kepala Dinas Pendidikan Madina, ditujukan kepada ketua Korwil (Koordinator Wilayah) I, II, V, dan VI merupakan tindak lanjut surat Bupati Madina Nomor:005/0704/Kesra/2025 tanggal 17 April 2025 perihal Undangan.
Dalam surat Nomor: 005/959/Disdikbud/2025 disebutkan, diminta kepada ketua Korwil I, III, V, dan VI Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Madina menugaskan seluruh staf dan guru di lingkungan kerja masing-masing untuk menghadiri acara Tabligh Akbar dan Sholawatan bersama Buya Salman Ahmad Nasution.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Masjid Agung Nur Ala Nur Panyabungan pada, Selasa (29/4/2025), pukul 06.30 sampai selesai.
Sekadar mengingatkan Korwil I terdiri dari: Panyabungan Kota dan sekitarnya; Korwil III (Kecamatan Panyabungan Barat dan Kecamatan Hutabargot); Korwil V (Kecamatan Bukit Malintang); dan Korwil VI (Kecamatan Panyabungan Selatan).
Menurut kepsek salah satu SD di Panyabungan, itu semestinya tidak ada satu pihak pun yang coba menghalangi kegiatan belajar murid di sekolah, apalagi pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Madina. “Ini malah tidak, demi sebuah pencitraan, kegiatan pemkab dapat menganggu proses belajar mengajar di sekolah. Diliburkan, pasti kami disalahkan orangtua murid. Tidak diliburkan, coba bayangkan apa yang terjadi jika murid ditinggal di sekolah tanpa pengawasan,” katanya.
Sebagai kepsek, kata seorang kepsek SD di Hutabargot, Madina, pihaknya serba salah. Jika tidak taat terhadap surat tersebut, bisa dikatakan melakukan pembangkangan, apalagi dalam surat kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Madina itu sudah ditulis merupakan tindak lanjut surat bupati melalui Bagian Kesra Setdakab.
Sebaliknya jika permintaan surat dituruti, maka hampir dipastikan kegiatan belajar murid terganggu. “Kan anak-anak rugi. Belum lagi ongkos staf dan guru yang harus berangkat. Ini juga menjadi keluhan, ujung-ujung jadi beban kami para kepsek. Duit dari mana, BOS? Nanti temuan lagi, kami yang ‘babak belur’,” ujarnya, Senin (28/4/2025) malam.
Seorang guru yang mengajar di salah satu SMP Negeri di Panyabungan juga menyampaikan keluhan serupa. “Memang ini soal keagamaan. Kami juga maulah mendengarkan tausiah, tetapi mestinya tidak melibatkan guru pada jam belajar di sekolah. Kalau staf bolehlah jika memang perlu meramaikan. Ini shalawatan atau pencitraan,” katanya.
Dia menyebutkan, meskipun acara selesai pukul 09.00, misalnya, kecil kemungkinan para staf dan guru yang baru menghadiri acara di Masjid Agung Panyabungan kembali lagi ke sekolah masing-masing. Apalagi bagi mereka yang jarak sekolahnya jauh dari lokasi acara. “Biasanya mereka ke Panatapan. Pegang omongan saya. Bisa juga ke pasar, atau pulang ke rumah.”
Terkait undangan kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Madina, akun facebook: Khairul Salam menulis postingan dengan bahasa Mandailing. Dia menyebutkan surat undangan itu sesuatu yang salah besar.
Tugas guru adalah mendidik di ruang-ruang kelas, bukan ikut serta mensukseskan acara pemda. “Lagian dinas pendidikan on sannari madung martamba tugasna dalam penggalangan massa untuk meramai-ramaikan kegiatan Bupati,” tulisnya. (*)
Editor: Akhir Matondang