BERBAGI
Ummi (pakai kerudung),bersama sebagian adiknya sembari mengelus si kembar pakai tangan kanan.

BERITAHUta.com—Ini kisah pilu seorang gadis belia. Kalau saja Ummi boleh berkeluh –kesah, mungkin ia akan menumpahkan curahan hatinya atas beban berat yang kini mesti ia pikul.

Kalau saja Ummi disuruh menangis,  mungkin ia akan menjerit hingga memecah keheningan wilayah perbukitan Desa Hutarimbaru, Kecamatan Panyabungan Timur, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Ya, Ummi. Ia adalah seorang gadis yang baru menapak dewasa. Dari raut wajahnya terlukis ia terus mencoba kuat menghadapi kenyataan sedang dihadapi.

Keceriaan, layaknya gadis seumurnya telah terkubur bersamaan ketika sang ibu dimakamkan sekitar dua bulan lalu. Kini, keadaan memaksanya  harus berjibaku, siang dan malam harus mengurus ke-11 adik-adiknya.

Terkadang ia ingin melepas senyum, tapi ketika bibirnya belum sempat tersungging, sang adik sudah minta makan. Belum sempat tiduran, adik yang satu lagi merengek minta digendong. Begitu seterusnya. Seakan Ummi tak punya waktu lagi, meskipun sekadar menghela nafas.

Itulah kenyataan yang dihadapi Ummi setelah kebahagiaan keluarganya secara perlahan sirna setelah sang ayah dan ibu tidak lagi bersama mereka.

Sekitar empat bulan lalu, secara tidak sengaja mereka mendapat informasi sang ayah, Ali Mandan Dalimunte (40) ditangkap polisi, yang belakangan diketahui terjerat kasus narkoba.

“Waktu itu ayah gak pulang ke rumah beberapa hari. Kalau ditanya adik-adik, kami katakan sudah mau pulang, ronai mei, ita painte ma (sudah mau datang, kita tunggu saja-red, ” kata Ummi mengenang kepada wartawan di rumahya, Rabu sore (12/9/2018)

Sekarang lelaki berbadan kekar tersebut mendekam di lembaga pemasyarakatan (LP) Padang Bolak, Padang Lawas Utara, Sumut. Informasinya, pengadilan memvonis 10 tahun penjara.

BERITA TERKAIT  Jumat Curhat (3): Pak Kapolres, Sampai Kapan Keluarga Korban Pengeroyokan Sabar

Informasi sang ayah ditangkap polisi pun diketaui dari postingan seseorang facebook. Saat itu, Sangkot Lubis (37), ibu Ummi sedang hamil tujuh bulan. “Sejak saat  itu kami coba  jalani kehidupan tanpa ayah,” katanya.

Malapetaka itu pun tiba. Saat melahirkan anak kembar di RSUD Panyabungan, Sangkot harus menjalani dua kali operasi. Pertama operasi caesar (seksio cesarea), dan kedua operasi mengangkat rahim (histerektomi). Usai menjalani operasi, mereka pun membawa ibu 14 anak itu pulang ke Desa Hutarimbaru.

Hanya berselang seminggu, sang ibu pun meregang nyawa. Sementara si kembar, sehat. Tangis dari Amansyah, Ummi, Sofwah, dan Marwah pun pecah. Sedikit banyak mereka sudah mulai bisa membayangkan beban keluarga akan diletakkan di pundak mereka.

Ketika sesekali mereka  memandang wajah adik-adik mereka, air mata itu seakan hendak tumpah lagi. Keluarga maupun tetangga silih berganti memberi semangat dan doa agar Amansyah dan Ummi, selaku lelaki dan perempuan paling besar sabar, menerima cobaan yang sedang dihadapi.

Melihat abang dan kakak menangis sejadi-jadinya, adik-adik bingung dan seolah ingin bertanya “Namau do on, aso martangisan, aso rami halak, (Ada apa ini, kok pada menangis, kok ramai-red).”

Pasangan Ali Mandan dan Sangkot dikarunia 14 anak, tetapi yang nomor 4 meninggal, sehingga tinggal 13 anak. Mereka adalah Amansyah (19), Ummi Roiyah (18), Sofwatul Mardiyah (kelas dua SMK 2 Panyabungan), Marwah (kelas dua SMP Gunung Baringin), Al Farizi (kelas satu SMP Gunung Baringin).

BERITA TERKAIT  Ja’far Sukhairi Ingin Seluruh Masjid di Madina Dimakmurkan

Selanjutnya, Musyadi (kelas lima SD Hitarimbaru), Habibullah (kelas empat SD Hutarimbaru), Wahyu (kelas dua SD Hutarimbaru), Halif (Tk), Sadli (3 tahun), Ramlan (1,5 tahun), dan si kembar: Rahmat Yusuf serta Maulana Yusuf (2 bulan).

Lalu bagaimana Amansyah dan Ummi mengurus keluarganya. Sekarang mereka tidak memiliki apa-apa lagi, kecuali rumah yang kelihatan “garing” karena tidak terurus. Kebun peninggalan ayah, sekarang tak jelas keberadaannya. Informasi yang beredar, kebun mereka sudah disita oleh orang lain. “Saya tidak tahu. Kebon dan sawah itu terlantar, gak tahu apakah kebun dan sawah itu masih kami punya, “ kata Ummi.

Sekarang kebutuhan hidup Ummi dan adik-adiknya tergantung pada udak  (paman) mereka, yaitu: Irfan., adik kandung Ali Mandan.

Selain harus menafkahi keluarganya dengan empat anak, kini Irfan harus menjadi tulang punggung 13 anak peninggalan abangnya. Sehari-hari  paman usaha kecil-kecilan, pengumpul hasil deresan karet dan penampung pinang.

Menurut Ummi, tidak setiap saat Irfan bisa membeli belanja mereka karena usaha pamannya itu masih tergolong kecil-kecilan. “Terkadang ada, terkadang sedang tidak punya uang,” kata alumni SMA Gunung Baringin itu.

Bagaimana kalau pas tidak ada? “Kami makan apa adanya, kebetulan padi peninggalan panen terakhir waktu ayah belum ditangkap masih ada. Itulah kami gilingkan lalu kami masak, terkadang tidak pakai apa-apa,” kata Ummi sedih. (tim-01)

 

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here