BERBAGI
Kepala SDN 235 Patahajang, Muara Saladi, Ulu Pungkut, Madina Muhammad Syafii (kanan) dengan latar belakang bangunan Madrasah Al-Hilaliyah yang sedang dibangun, dan diujung foto (tembok hijau) adalah bangunan sekolah yang sudah rata diterjang banjir bandang, belum.

BERITAHUta.com—“Kalau saja tubuh putri saya tidak nyangkut di dekat gorong-gorong, mungkin akan terhempas ke Aek Batang Gadis,” kata Muhammad Syafii mengenang banjir bandang yang terjadi di Desa Muara Saladi, Kecamatan Ulu Pungkut, Madina, Sumut pada pertengahan Oktober 2018.

Jika terhempas ke Aek Batang Gadis yang saat itu ketinggian airnya sedang naik, lanjutnya, dipastikan sulit mencari jenazah Sohipah Hayati (10), putri bungsu Syafii.

Padahal jarak gorong-gorong yang membelah jalan raya Desa Muara Saladi ke Aek Batang Gadis hanya sekitar 30 meter. “Tubuh anak saya terhalang kayu besar yang menyangkut di lobang gorong-gorong,” sebutnya.

Bagi Syafii musibah ini begitu memilukan. Bukan saja kehilangan Sohipah, ia juga harus pasrah melihat bangunan SD Negeri 235 Patahajang, Muara Saladi yang dipimpinnya rata dengan tanah diterjang banjir bandang.

Bahkan 12 korban —termasuk anaknya–siswa Madrasah Al-Hilaliyah, Muara Saladi yang meninggal tercatat sebagai murid di SD tersebut. Awalnya jumlah anak didik di sekolah itu 44 orang, namun saat ini tinggal 32 orang.

Selain Sohipah, 11 korban meninggal lainnya ditemukan satu tempat tertimbun tanah di dalam bangunan sekolah yang sudah tak berbentuk.

BERITA TERKAIT  FUIB Kumpulkan Bantuan bagi Korban Banjir dan Longsor di Madina

Sebelum musibah terjadi, bangunan SD itu dipakai sementara tempat belajar agama karena gedung Madrasah Al-Hilaliyah sedang proses pembangunan. “Sebenarnya paling lama dua minggu lagi bangunan baru madrasah sudah bisa dipakai, namun Allah SWT. berkehendak lain,” kata kepala SDN 235, itu kepada Beritahuta.com, Minggu (28/10).

Bangunan bertingkat Madrasah Al-Hilaliyah bersebelahan dengan Masjid Al-Ihsan. Di depan kedua bangunan ini, mengalir air dari arah gunung menuju Aek Batang Gadis. Dari sungai kecil inilah banjir bandang menerjang sembari membawa kayu-kayu besar, bebatuan, dan lumpur dari arah perbukitan.

Lalu kenapa cuma jenazah Sohipah yang ditemukan di luar bangunan sekolah. Menurut korban selamat, pada saat banjir bandang “menyapu” bangunan SD dan rumah warga di sekitar aliran sungai kecil itu, ia sedang izin keluar ruang belajar.

Sohipah adalah murid kelas lima SD Negeri 235 Muara Saladi. Bukan hanya berparas cantik, tapi suaranya ketika melantunkan ayat-ayat suci juga sangat indah.

Pada MTQ tingkat kecamatan (2016), ia meraih juara satu. Selanjutnya, tahun yang sama, meraih juara tiga MTQ tingkat kabupaten.

BERITA TERKAIT  Dewan Pers Perketat Pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan pada 2019

Soal ikut lomba membaca Al-Qur’an ini punya cerita. Waktu itu, Sohipah minta mau ikut MTQ tingkat kecamatan. Namun, belum diizinkan Syafii karena kemampuan putrinya dinilai masih kurang.

Namun si anak merasa yakin dia mampu. Akhirnya sang ayah coba beli kaset mengaji di Pasar Panyabungan. “Dari kaset itulah dia belajar. Alhamdullah karena ada bakat, dia cepat bisa,” kata Syafii.

Tak hanya itu, Sohipah dikenal bisa meniru suara peluit dan suara binatang, misalnya, kucing. “Kalau almarhumah mencontoh suara kucing, persis seperti suara kucing yang sebenarnya,” ujar seorang warga.

Pasca terjadi banjir bandang, ke-32 pelajar SDN 235 Muara Saladi yang ada sekarang untuk sementara belajar di dua sekolah, yaitu SD Inpres dan SD Tano Godang, Kecamatan Ulu Pungkut–sekitar lima kilometer dari desa terkena banjir.

Mereka sementara belajar di kedua sekolah tersebut sembari menunggu pemkab membangun gedung sekolah baru yang menurut rencana dipindah di Muara Siabut, sekitar dua km dari perkampungan warga. (tim-01)

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here