BERBAGI
Ilustrasi, foto net.

PENGANTAR—Polemik mutasi Ahmad Rizal Efendi, selanjutnya disebut ARE, dari jabatannya pada Dinas PUPR Madina masih terus begulir. Dari alur surat menyurat yang dilakukan Pemkab Madina, terlihat ada sejumlah kejanggalan. Tidak lazim.

Bak sebuah kerja sama, hal ini diperkuat pula pernyataan Bawaslu Madina yang menyebutkan penggantian ARE merupakan mutasi biasa dalam rangka penegakan disiplin. Benarkah.

Kami akan kupas hingga tuntas mengenai hal ini di Beritahuta.com yang disajikan secara bersambung. Biarlah masyarakat menilai, apakah “ada udang dibalik batu” pada nasib dialami ARE, termasuk lahirnya surat-menyurat terkait hal ini.

Ini tulisan KEEMPAT:

EDY RAHMAYADI pun sepakat ketika Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan bahwa Dahlan Hasan melakukan kesalahan dengan kebijakan melakukan mutasi saat tahapan pilkada. “Dia (Dahlan Hasan) memang salah, ada aturannya,” katanya seperti dikutip dari Mandailing Online.

Persolan mutasi yang dilakukan Dahlan Hasan sebagai petahana pada pilkada 9 Desember 2020 sudah pernah dilaporkan kepada Bawaslu Madina. Pelapornya Jakfar Sukhairi. Wakil bupati Madina itu menduga sang bupati Madina melakukan pelanggaran undang-undang pemilu terkait penonjoban ARE dari jabatannya sebagai kepala bidang pada Dinas PUPR.

Henri Husein Nasution juga melaporkan ke Bawaslu Madina atas dugaan pelanggaran yang dilakukan Dahlan Hasan saat melantik 25 pejabat eselon tiga dan empat di lingkungan pemkab setempat pada 12 Mei 2020 sesuai SK Bupati Madina No.821.2/0414/K/2020 .

Namun laporan yang disampaikan Jakfar Sukhairi dan Henri Husein dimentahkan Bawaslu Madina dengan berbagai alasan yang mereka utarakan. Secara garis besar, Bawaslu menyatakan mutasi terhadap ARE hanya dalam rangka penegakan disiplin. Sedangkan mutasi terhadap 25 ASN yang dilakukan pada 12 Mei 2020 disebutkan Bawaslu Madina sudah terlebih dulu mendapat persetujuan Mendagri sesuai ketentuan perundang-undangan.

Benarkan surat persetujuan itu ada. Atau dalam hal ini Bawaslu Madina ikut “bermain” untuk melindungi Dahlan Hasan, selaku calon petahana. Kita tunggu. Biarlah waktu yang menjawab, lambat atau cepat kebenaran akan muncul di tengah masyarakat.

Padahal pasal 71 UU No.10 Tahun 2016 tentang Pemilu, jelas sudah diatur soal mutasi pejabat oleh kepala daerah jelang pilkada. Jika ada yang coba belok-belokkan dengan mengintrpretasi sendiri, patut diduga ada tujuan lain dari kemurinian makna pemilu jurdil (jujur dan adil).

BERITA TERKAIT  “Tragedi Hutapuli” dan Pudarnya Rasa Percaya pada Pemerintah

Sudah sangat jelas, pada pasal 2 undang-undang di atas disebutkan, gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Pelanggaran terkait pasal tersebut akan dikenakan sanksi yang diatur pada pasal 5 yang berbunyi, dalam hal gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dan 3, petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota.

UU tersebut sudah begitu tegas memberi aturan dan sanksi, namun tentu demi “penyelamatan”, patut diduga pihak-pihak yang merasa sempat mengabaikan ketentuan itu melakukan berbagai cara dan  upaya agar bisa lolos dari jeratan hukum, yaitu: pembatalan sebagai calon kepala daerah.

Apakah lahirnya surat Bupati Madina No.800/0984/TUPIM/2020 tanggal 24 Maret 2020 perihal Teguran I yang ditujukan kepada kepala Dinas PUPR Madina bagian dari upaya “penyelamatan”, wallahu aqlam bissawaf.

Surat bupati Madina yang tembusannya disampaikan kepada Mendagri di Jakarta, gubernur Sumut di Medan, Sekdakab Madina di Panyabungan, dan para kepala bidang pada Dinas PUPR Madina itu berbunyi—saya tulis narasi dan cara penulisan sesuai surat aslinya, kecuali saya miringkan hurufnya sekadar membedakan–yaitu:

Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal sedang giat-giatnya melakukan pembangunan di berbagai hal, terutama yang berkaitan dengan Perekonomian Masyarakat, yang seharusnya Dinas PUPR bersama seluruh pejabat membantu dan menunjukkan itikad baik.

Dalam kenyataannya disetiap pekerjaan pembangunan, Saudara selaku Kepala Dinas tidak menunjukkan kesungguhan dan bahkan Pejabat Eselon III di Lingkungan Dinas yang Saudara Pimpin tidak pernah mau hadir kelapangan, untuk itu agar Saudara dan seluruh Pejabat yang ada di Dinas PUPR berpikir secara jernih, manakala merasa tidak mampu segera menyampaikan kepada kami, surat ini adalah sebagai Teguran I (pertama).

Demikian kami sampaikan untuk dimaklumi. Cap dan ditandatangani Dahlan Hasan sebagai bupati Madina.

Coba kita perhatikan surat teguran pertama itu. Fokus teguran sebenarnya bukan untuk ARE, tetapi terhadap kepala Dinas PUPR dan jajaran pejabat eselon tiga di satker tersebut.

BERITA TERKAIT  Paslon SUKA Menang, Dahwin "Keok"

Misalnya pada alinea sebelum penutup ditulis, “Saudara selaku Kepala Dinas tidak menunjukkan kesungguhan dan bahkan Pejabat Eselon III di Lingkungan Dinas yang Saudara Pimpin tidak pernah mau hadir kelapangan, untuk itu agar Saudara dan seluruh Pejabat yang ada di Dinas PUPR berpikir secara jernih, manakala merasa tidak mampu segera menyampaikan kepada kami.”

Bukan hanya pada surat teguran pertama ini, narasi serupa juga terlihat pada proses surat-menyurat lain–baca narasi-menyurat pada tulisan satu sampai tiga — pada proses perjalanan penonjoban ARE. Lagi pertanyaan muncul dibenak saya, kenapa cuma ARE yang jadi korban.

Apakah ini ada kaitan seperti saya uraikan pada tulisan bagian pertama, bahwa Dahlan Hasan dapat informasi ARE lebih condong mendukung Jakfar Sukhairi pada Pilkada Madina 2020. Lagi-lagi biarlah akal sehat kita yang menilai, serta biarlah hati nurani Dahlan Hasan, Sekdakab Gozali Pulungan, dan kepala BKD yang menjawabnya.

Selanjutnya kita perhatikan juga surat Bupati Madina No.800/1041/TUPIM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Teguran II yang ditujukan kepada kepala Dinas PUPR Madina.

Surat ini ditembuskan kepada Mendagri di Jakarta, gubernur Sumut di Medan, Sekdakab Madina di Panyabungan, dan para kepala bidang pada Dinas PUPR Madina di Panyabungan.

Ini saya tulis materi surat tersebut tanpa dirubah narasi dan cara penulisannya, kecuali saya miringkan hurufnya sekadar membedakan– yaitu:

Menindaklanjuti surat terdahulu nomor : 800/0984/TUPIM/2020 tanggal 24 Maret 2020, perihal Teguran I.

Dalam kenyataannya sampai saat ini Selasa tangga 31 Maret 2020, Saudara selaku Kepala Dinas PUPR beserta Pejabat Eselon III di Lingkungan Dinas yang Saudara pimpin tidak menunjukkan kesungguhan dan itikad baik dalam memenuhi keperluan pembangunan yang sedang dilaksanakan di lokasi Legenda Sampuraga, untuk itu Saudara diberikan Teguran II (Kedua).

Demikian kami sampaikan untuk dimaklumi.

Cap dan ditandatangani Dahlan Hasan selaku bupati Madina.

Pada surat teguran kedua ini, teguran juga disampaikan kepada kepala Dinas PUPR. Dan, muncul lagi soal lokasi legenda Sampuraga, yang tidak disebutkan pada teguran pertama.

Lalu kenapa ARE seolah pasrah pada nasibnya. Diam seribu bahasa, ada apa.

Nantikan pada tulisan selanjutnya….(BERSAMBUNG)

Penulis: Akhiruddin Matondang

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here