Oleh: Moechtar Nasution
Pendahuluan
DALAM suatu penelitian di University of Missouri, Amerika Serikat disebutkan manusia lebih dominan menghabiskan waktu berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Komunikasi lebih banyak dihabiskan mendengar (45 persen) dan berbicara (30 persen). Sisanya, membaca (16 persen). Paling sedikit, menulis (9 persen).
Persentase mendengar jauh lebih dominan dibanding aktifitas komunikasi lain. Penelitian ilmiah di universitas yang usianya mendekati dua abad ini membuktikan hampir setengah dari kegiatan manusia sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial adalah mendengar kendati secara definisi para ahli diurai lagi perbedaan nyata, antara mendengar dan mendengarkan.
Dalam ajaran Islam pentingnya mendengar sudah dipraktekkan sejak bayi. Begitu lahir, bayi diperdengarkan adzan atau ikamah dibarengi doa. Harapannya, kelak dapat menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan. Sebuah seruan senantiasa mengingat Allah Swt itu pertama kali diperdengarkan, sebelum hiruk-pikuk lain berseliweran di telinga si bayi.
Pun hal serupa mudah kita baca dalam referensi sejarah ketika raja meminta pendapat, saran dan masukan terkait sesuatu hal kepada menterinya dan para penasehat kerajaan supaya keputusan raja dapat legitimasi.
Orang-orang yang dituakan karena kearifan, kedewasaan, kematangan, keilmuawanan dan juga kesaktian menempati posisi terhormat sehingga kerap diundang raja ke istana untuk dimintai nasehat dan pandangan tentang sesuatu. Setelah Islam masuk ke Nusantara, posisi ini biasanya dipegang ulama dan syekh.
Pentingnya mendengar juga relevan dengan kata bijak yang kerap kita dengar sejak dalu. Sebuah petuah kuno mengatakan, “Kita diberi dua telinga dan hanya satu mulut agar kita dapat mendengarkan dan tidak banyak bicara.”
Kendati semua sepakat menganggap ini penting, namun toh dalam kehidupan sehari-hari kegiatan mendengar sangat sedikit dilakukan dan mengutamakan kemampuan berbicara. Sehingga menghasilkan permasalahan, baik lingkup keluarga, masyarakat, bahkan dalam konteks bernegara dan berbangsa. Utamanya dalam pengambilan keputusan strategis dan vital sehingga terjadi ngotot-ngototan dan berpotensi memicu keributan.
Ini sesuatu empiris. Bukankah banyak keluarga mengalami broken home akibat dominasi berbicara yang akhirnya mengalahkan nalar dan rasionalitas ketika mendengarkan.
Kepemimpinan Mendengar
Apakah mendengar merupakan bagian penting dalam sebuah kepemimpinan. Ya, dalam setiap tingkatan kepemimpinan, mendengar mutlak diperlukan mulai dari kepala rumah tangga hingga presiden sekalipun, baik langsung maupun tidak.
Mendengar merupakan bagian dari seni kepemimpinan. Zaman Orba kita akrab istilah turba atau turun kebawah. Pada era sekarang, blusukan juga menjadi favorit para pimpinan untuk mengetahui kondisi rill masyarakat.
Membaca komentar para warga di medsos, melihat aspirasi berkembang di media cetak, pun cerita cerita yang hangat di kedai kopi, juga termasuk bagian dari mendengar. Ini dimasukkan kepada mendengar secara eksternal. Tidak kalah penting mendengar kalangan internal seperti aspirasi dan masukan staf utama dalam penyusunan kegiatan kedinasan.
Pada tahun 2019, saat Kementerian PAN-RB dijabat Syafruddin, mantan wakapolri diluncurkan program “Kementerian PAN-RB Mendengar” sebagai salah satu cara mendapat informasi dari berbagai pihak memperluas sekaligus mempertajam wawasan dan pengetahuan seluruh jajaran untuk bisa pergunakan dalam perumusan suatu kebijakan. Harus diakui, pada saat mendengar diperoleh informasi dan data akurat, valid serta memiliki akuntabilitas hasil crosh cek yang bakal digunakan dalam perbandingan terhadap suatu kebijakan secara tepat.
Mendengar bukanlah sesuatu frasa asing bagi pemerintahan dengan segenap aparaturnya. Forum Musrenbang sejatinya merupakan perwujudan dari “mendengar” walaupun secara umum forum ini sering dinilai para pihak sebagai ajang pemberian legitimasi dari publik kepada pemerintah untuk menyusun program pembangunan.
Kegiatan yang pada awalnya diharapkan mampu menyerap berbagai masukan dari stakeholder dan masyarakat agar menghasilkan program pembangunan yang sinkron dan relevan dengan dinamika lingkungan lokal, regional, nasional dan bahkan juga global.
Pertanyaannya apakah semua pejabat publik sudah menganggap mendengar penting dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Bisa jadi ya, tapi bisa jadi juga tidak.
Pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan membutuhkan strategi tepat sehingga tercipta efisiensi dan efektifitas, baik segi anggaran dan kemanfaatan. Di sini menjadi titik penting arti peran serta masyarakat dalam pembangunan.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat beraneka ragam yang kesemuanya bermuara pada dukungan terhadap pembangunan. Harus disadari pradigma pembangunan sekarang sudah berorientasi terhadap masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Bukan lagi sebagai objek pembangunan.
Perubahan ini menempatkan posisi masyarakat menjadi penting dalam pembangunan karena sistem yang diberlakukan bottom up atau aspirasi masyarakat. Peran serta masyarakat inilah yang harus dipahami, digali, didalami, dan dimengerti para pengambil kebijakan.
Mendengar para Tokoh
Kehadiran bupati dan wakil bupati Madina dalam Dialog Pembangunan yang digagas Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) merupakan langkah konkrit keinginan menyerap aspirasi para tokoh-tokoh nasional asal kabupaten ini.
Mereka ingin mendengar secara langsung komentar para tokoh tokoh tentang Madina hari ini, dan kedepan. Terlepas pro-kontra, namun bagi saya sesungguhnya merupakan bentuk ketulusan kepala daerah menggandeng stakeholders dalam memberikan kontribusi terhadap Madina.
Dengan tekun dan seksama, kedua pimpinan kabupaten menyimak sambil sesekali mencatat apa yang disampaikan. Mereka serius mendengar semua masukan.
Bupati dan wakil bupati sadar, sesadar-sadarnya sesungguhnya Madina membutuhkan pemikiran jernih dan brilian dari mereka. Konsepsi yang ditawarkan juga sangat relevan dengan kondisi Madina.
Sebagai putra daerah, tentu saja para tokoh tidak abai memperhatikan perkembangan kabupaten dengan segala dinamika. Dalam vidio di media sosial yang disiarkan langsung salah seorang jurnalis dari lokasi pertemuan, saya melihat bupati dan wakil bupati tekun mendengarkan paparan dari para tokoh dengan semua harapan, keinginan, ide, saran, bahkan tidak sedikit paparan yang mempertanyakan dan menyentil.
Darmin Nasution, mantan Menko Perekonomian RI, mempertanyakan keseriusan Pemkab Madina mempercepat pembangunan yang diusung sebagai tema pertemuan. Tidak kalah getol memberikan masukan yakni Komjen Purn (Pol) Saud Usman Nasution.
Saud Usmad tak segan menyentil dan mempertanyakan progres pembangunan bandara bukit Malintang. Dia bahkan berkomitmen menghibahkan tanah seluas tiga hektar untuk pembangunan stadion di Siabu sepanjang pemerintah benar-benar menunjukkan keseriusan.
Semangat berkonstribusi terhadap percepatan pembangunan semakin menguat saat si ekonom Faisal Basri mengakui pertemuan tersebut sudah bagus, tinggal bagaimana tindaklanjut dalam FGD terbatas sesuai kebutuhan mengelaborasi persoalan dan problem solving-nya.
Di dalam kertas kerja presentasi, wakil bupati Madina secara gamblang mengurai kondisi ekonomi makro serta persoalan dan solusi yang diharapkan.
Bak gayung bersambut dengan paparan para tokoh tersebut, atas nama Pemkab Madina dia mengharapkan kontribusi dan sinergi dari para tokoh parantau, sehingga pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan berjalan maksimal.
Suatu pengharapan yang lahir dari kesungguhan. “Harapan kita melalui silaturrahmi dan forum dialog pembangunan seluruh stakeholder dapat bergandengan membangun Madina sehingga suatu saat kabupaten ini sejajar dengan kabupaten lain yang sudah maju,” kata Ja’far Sukahiri Nasution, bupati Madina, jelang pelaksanaan pertemuan tersebut.
Kesediaan bupati dan wakil bupati Madina mendengar langsung penyempaian para tokoh-tokoh merupakan bentuk keterbukaan terhadap persoalan-persoalan pembangunan Madina, sehingga para perantau memahami kondisi sebenarnya.
Secara gamblang, bupati memaparkan kondisi Madina, pun hal yang sama juga dilakukan wakil bupati.
Percepatan pembangunan memang mutlak mendengarkan semua pihak dan stakeholder sehingga program pembangunan Madina kedepan berjalan baik dan maksimal.
Peran serta perantau yang sukses di eksekutif, legislatif, yudikatif serta swasta sesungguhnya penting dimaksimalkan sehingga menjadi kekuatan pembangunan.
Ketika sinergitas dan harmoni terjadi sesungguhnya inilah kunci keberhasilan pembangunan. Semua mempunyai rasa memiliki dan tangung jawab sesuai peran masing-masing.
Semua pihak memang harus dilibatkan karena pekerjaan besar mengurusi kabupaten ini tidaklah mesti dibebankan di pundak kepala daerah semata. Kedepan forum dialog sebisa mungkin harus lebih diperbanyak walaupun hanya kecil-kecilan, seperti FGD, seminar dan lainnya untuk memperkaya khazanah tentang pembangunan.
Pertemuan forum dialog pembangunann seharusnya menjadi preseden positif kepada para pimpinan OPD untuk lebih giat membangun komunikasi dengan semua pemangku kepentingan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Utamanya lebih giat lagi mendengar dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat.
Bupati dan wakil bupati sudah memberikan contoh yang baik. Langkah ini harus ditiru dalam tupoksi masing-masing. Amati, tiru dan modifikasi (ATM) sesuai tupoksi masing masing sehingga kinerja OPD semakin giat dalam menerjemahkan visi misi bupati dan wakil bupati Madina.
Penutup
Mendengar memang terlihat sepele, gampang, remeh temeh dan bukan perkara penting ditelaah. Karena anggapan seperti itulah banyak di antara kita menjadi pendengar yang buruk. Pendengar tidak mampu mencerna apa yang disampaikan. Pendengar, yang menulikan telinga. Pendengar egois. Kehilangan kemampuan mendengar sama saja dengan menghilangkan separuh dari kemampuan mengelola kepemimpinan. Itu sudah pasti…
Mendengar merupakan bukti kesediaan diri membuka hati dan nurani guna memberi kesempatan bagi orang lain menyampaikan keinginan terhadap sesuatu. Mendengar tidak sesederhana dalam pikiran. Harus ada keikhlasan membuka diri menerima pendapat lain yang bisa jadi kontraproduktif.
Mendengar membuka ruang dan dimensi lain dalam diri untuk berkomunikasi seluas-luasnya. Tanpa hambatan, tanpa intervensi dan tanpa ketersinggungan.
Mendengar berarti memberi kepastian bagi masuknya sumber informasi yang bisa saja beragam. Jika seragam saja tidak butuh waktu lama memperhatikannya, namun mendengar mengartikan juga suara-suara yang beraneka ragam harus dipastikan berterima karena mendengar membutuhkan keberanian menerima informasi berbeda. Mendengar juga menandakan hati dan empati harus dikedepankan, bukan emosi.
Mendengar bisa jadi salah satu kerumitan tersendiri dan bisa jadi kelemahan terbesar. Sekali lagi, bukan hanya ruang dan waktu kosong yang harus disediakan, namun lebih dari itu membutuhkan kesabaran, keteduhan, ketekunan, kedamaian untuk bisa memahami secara arif bijaksana. Apa saja yang disampaikan walaupun itu sesuatu yang sangat tidak membuat diri nyaman.
Keberhasilan percepatan pembangunan bergantung kepada peranan pemerintah dan peran masyarakat. Kedua entitas ini harus bersatu padu dalam kesatuan gerak dan langkah bersama.
Sinergitas dan harmoni mutlak diwujudkan. Bupati dan wakil bupati sudah memulainya dan sekarang pimpinan OPD harus menindaklanjuti.
Jangan sampai semua kemudahan membuat kita lupa bersyukur. Jangan sampai segala kesulitan membuat kita lupa berbenah…
Madina Bersyukur, Madina Berbenah.
Dirgahayu Kabupatenku tercinta….!!!
Penulis: Dewan Redaksi Koran Beritahuta