“TARUTUNG (durian-red) aha do on, na menekan do uida,” tanya H.M. Ja’far Sukhairi Nasution kepada seorang lelaki remaja penjaga stand Desa Muaramais, Kecamatan Tambangan, Mandailing Natal (Madina), Sumut.
“Si Petek goarna pak, nataboan on Pak Bupati,” jawabnya.
Berselang beberapa detik, sembari mengumbar senyum bupati Madina itu pun memberi kode supaya durian dibuka karena ia penasaran ingin mencicipinya.
Rupa durian itu memang biasa-biasa saja. Selain tak besar, bentuk durinya pun tak menarik. Pokoknya, dari penampilannya tak begitu menarik.
Mungkin dalam hati bupati bertanya, “Kok durian sekecil ini diikutkan dalam ajang Pekan Raya Durian ini.”
Setelah dibuka, daging durian ini tampak berwarna kuning. Seperti bentuk kemasan dari luar, balutan dagingnya pun tak terlalu tebesar. Lah, namanya: Si Petek, ya kecil. Namun, rasa serta aroma tak kalah dengan durian Si Sere, manis plus legit.
Begitu mencicipi satu biji, Ja’far Sukhairi mangguk-mangguk, sebagai tanda durian yang dimakan enak. Lalu, ia mengambil satu biji lagi dan melahapnya sampai daging yang membalut biji ludes.
“Mantap, enak,” kata bupati sembari mengacungkan kedua jempol tangannya.
Siang itu, usai pembukaan Pekan Raya Durian dan Produk Unggulan Tambangan, Ja’far Sukhairi didampingi unsur muspida mengelilingi semua stand yang menampilkan aneka jenis durian produk masyarakat setempat. Hampir di setiap stand, bupati minimal mencoba dua sampai tiga biji durian.
Tidak ada yang tak enak. Kebanyakan warna dagingnya kuning, tebal serta pulen. Aromanya betul-betul menggugah selera. Panitia tentu saja menyeleksi jenis durian yang boleh dibawa pada acara ini.
Saya memang penyuka durian, meskipun tak berani mengonsumsi terlalu banyak. Tetapi baru kali pertama saya mengetahui ternyata begitu banyak nama durian Tambangan.
Selain Si Petek, berikut nama-nama durian yang sempat saya catat dan ikut ditampilkan pada Pekan Raya Durian ini. Saya mulai dengan nama yang begitu akrab bagi masyarakat Mandailing, yaitu Si Sere.
Sudah sama-sama kita tahu, daging Si Sere serupa dengan namanya, sere (emas-red). Yaitu, warna kuning menyerupai emas. Harganya pun, seperti sere, mahal. Itu lantasan aroma dan rasanya, wangi serta manis.
Lalu ada Si Pira Manuk, Si Dingkil, Si Balimbing, Si Embal, Si Tetek Ambeng, Si Rata, Si Jobah, Si Coreh, Si Putih, Si Bota, Si Jabar, Si Jantung, SI Rudal, Tarutung Paya, Si Bodak, Si Omas, Si Bumbam, Si Meong, Si Ucang, Jagatal, Si Buaya Darat, dan Si Alhamdulillah.
Nama-nama durian itu biasanya sebagai cermin bentuk durian pada bagian luar atau dalam. Ada juga berawal dari cerita-cerita tertentu. Si Dingkil, meskipun manis, tapi pasti dagingnya tak bisa menutup bijinya. Dingkil, dalam bahasa Mandailing bisa diartikan tipis.
Si Tetek Ambeng, menurut salah seorang petugas stand yang memajang durian ini, rasanya manis, tapi biji buahnya kecil-kecil. Dalam satu buah durian jumlah bijinya mencapai belasan.
Si Rata (Si Biru-red). Seperti namanya, warna daging durian ini putih kebiruan. Rasanya, manis tapi sedikit ada pahit-pahitnya. “Bagi mereka yang suka durian ada rasa pahit, ini cocok. Dagingnya memang tak terlalu tebal, tapi tidak seperti Si Dingkil,” kata seorang penjaga stand.
Bagaimana dengan Si Meong. Seorang warga menyebutkan, selain karena rasanya enak, juga dagingnya tebal serta besar.
Lalu kenapa disebut Si Meong? “Kalau kita pas makan durian ini tiba-tiba ada mengajak bicara, malas ladeninya. Mulut kita sudah disumpal besar dan legitnya durian ini,” ujarnya sembari tersenyum.
SI Alhamdulillah. Nama berawal lantaran durian jenis ini susah jatuh meskpun sudah matang di batang. “Alhamdulillah,” ucap mereka yang menunggu durian ini saking girangnya.
Lalu, Si Buaya Darat. Aduh, kenapa pula namanya seseram ini. Menyerupai sebutan kepada lelaki yang suka gonta-ganti pacar atau istri.
Andi, pemuda dari Desa Laru Dolok, Kecamatan Tambangan, Madina menyebutkan sulit menjelaskan ciri-ciri jenis durian ini. “Sulit dijelaskan,” katanya.
Di Kecamatan Tambangan, durian jenis Sibuaya Darat cuma ada satu batang, yaitu di Desa Laru Dolok. Dalam satu batang, paling banyak buahnya hanya 12. Biasanya, bakal buah atau setelah menjadi buah rontok saat memasuki kira-kira sebesar bola tenis.
“Pada musim kali ini saja, misalnya, buahnya hanya ada tiga. Salah satunya, ini,” kata Muhammad Irfan Rangkuti, kepala Desa Laru Dolok, sembari menunjukkan durian Si Buaya Darat.
Dia menyebutkan, karena Si Buaya Darat termasuk langka, mereka berkeinginan membudidayakannya mengingat rasanya yang tak kalah dengan jenis lain, yakni manis, tidak ada pahit, serta dagingnya agak kekuningan.
Tanaman durian di Kecamatan Tambangan memang banyak. Tokoh masyarakat setempat, Raja Datuk Lubis mengatakan potensi bisnis durian dan manggis di wilayah mereka cukup menjanjikan. Saat ini, sekitar 70 prosen dari hasil panen dijual untuk konsumsi lokal, sisanya dibawa ke luar Madina.
Diperkirakan, pada musim seperti sekarang, durian yang keluar dari 19 desa serta satu kelurahan di Tambangan bisa mencapai 20-35 ribu per hari.
“Uang toke-toke itu yang masuk ke Tambangan mencapai Rp200-400 juta per hari. Ini baru hitungan harga pasaran sekarang. Bagaimana jika kualitas durian ditingkatkan melalui rekayasa genetik seperti dikatakan Pak Bupati. In syaa Allah ekonomi masyarakat membaik,” katanya.
Nah, jika anda penasaran dengan rasa jenis-jenis durian-durian tersebut, masih ada kesempatan hari ini berkunjung ke acara Pekan Raya Durian Tambangan, tempatnya di halaman SMP Negeri 1 Tambangan–sekitar 200 meter sebelum Rumah Makan Incor Laru. (*)
Penulis: Akhiruddin Matondang
Wartawan Utama