Haruskah Tak “Berperang” pada Ramadan demi Ketenangan dan Kedamaian? 

BERBAGI

Oleh: Prof. Ir. H. Zulkarnain Lubis, MS., PhD.               

KITA kini berjumpa lagi dengan bulan Ramadan,  bulan suci penuh kemuliaan. Kita memang sangat merindukannya dan senantiasa berharap berjumpa dengannya tiap tahun.

Setiap bersua Ramadan, kita berharap Allah SWT. memberikan kesempatan bagi kita berpuasa penuh selama bulan mulia ini dan Allah berkenan mencurahkan keberkahan bagi kita.

Semoga melalui Ramadan kita dapat rahmat, magfirah, dan terhindar dari api neraka sebagaimana sabda Rasulullah. Semoga kelak pada akhir Ramadan kita dapat gelar taqwa dari Allah sebagaimana dijanjikan bagi umat yang menunaikan puasa serta ibadah lain pada bulan penuh barakah ini.

Di Ramadan, selain menghindari hal membatalkan puasa, kita juga dituntut meninggalkan semua yang membatalkan puasa, seperti ghibah, bohong, caci maki, mengumpat, permusuhan, berbuat onar, adu domba, melihat hal tercela, dan melakukan pekerjaan sia-sia.

Persisnya  puasa bukan sekadar menahan haus dan lapar saja, tapi juga menjaga lisan, pendengaran, penglihatan, dan perbuatan.

BERITA TERKAIT  Pesan bagi Warga Singkuang 1: Tak Baik Paksakan Kehendak, Bernegosiasilah

Itu pula yang menjadi alasan bagi masyarakat pada umumnya untuk mengharapkan ketenangan, kedamaian, serta kenyamanan ketika menjalankan ibadah puasa.

Selanjutnya, hal itu pulalah yang menjadi alasan bagi sekelompok pihak untuk menghimbau agar tidak ribut-ribut lagi soal pemilu 2019. Mereka secara spesifik menghimbau supaya baik kubu 01 atau 02 menjaga ketenangan dan kesejukan sehubungan masuknya Ramadan.

Sekilas himbauan ini benar. Semua orang ingin tenang serta damai, apa lagi pada bulan suci Ramadan. Waktu tepat beribadah dan beramal saleh.

Tetapi kita juga tahu semua orang ingin kejujuran dan keadilan. Terkadang untuk mendapat keadilan dan menegakkan kebenaran, perlu mengobarkan ketenangan dan kedamaian pula.

Tidak pas juga jika dengan masuknya Ramadan dengan alasan menjaga ketenangan beribadah, kita biarkan kecurangan dan ketidakjujuran berlangsung.  Bukan berarti dengan dalih menjaga ketenangan pada bulan Ramadan, amar ma’ruf nahi munkar ditiadakan.

BERITA TERKAIT  Masih Adakah Suara Meriam Bambu di Kampungmu pada Ramadan Ini

Bukankah pada Ramadan, Rasulullah pun biasa berperang melawan musuh, seperti Perang Badar, Perang Tabuk, Perang Zallaqah, dan beberapa perang lainnya.

Jadi tidak bisa juga dikatakan bahwa sabar itu membiarkan harga diri kita, apalagi agama kita dihinakan. Rasulullah sendiri merupakan  orang penyabar jika hanya menyangkut pribadinya. Bahkan beliau sabar saat dilempar kotoran, tapi kalau membela Islam beliau justru tampil di medan pertempuran.

Bukankah dulu jika bangsa ini sabar saja diperlalukan penjajah  demi kedamaian dan ketenangan, mungkin sampai sekarang kita tak akan merdeka. Para pejuang pahlawan kita dahulu juga mengorbankan ketenangan dan kedamaian mereka demi membela kebenaran dan kehormatan untuk mencapai kemerdekaan.

Jadi betul sekali terkadang kedamaian harus diperoleh melalui  peperangan dengan mengorbankan ketenangan dan perdamaian itu sendiri.

Penulis: Rektor IV dan Dekan Fakultas Ekonomi IIB Darmajaya Bandar Lampung, Guru Besar Universitas Medan Area (UMA) Medan

BERBAGI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here